REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, menilai pihak yang mengajak untuk tidak memilih atau golongan putih (golput) tidak bisa dipidana menggunakan Undang-Undang Terorisme. Namun, ia mengatakan, pengajak orang untuk golput berpeluang dipidana menggunakan Undang-Undang Pemilu dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Asep menerangkan pengajak golput dapat dijerat UU Pemilu karena beleid itu mengatur tentang orang yang menghalang-halangi sehingga tidak terjadi penggunaan hak pilih. Sementara UU ITE dapat dikenakan kepada pengajak golput yang menyertai ajakannya dengan fitnah dan hoaks melalui media sosial.
Namun, ia menagatakan, terlalu jauh jika tindakan pengajak golput diganjar UU terorisme. "UU pemilu katakan setiap orang maka dipidana pemilu. Hanya itu yang atur. Kalau sampai terorisme sih enggak. Kecuali, misalnya, sebarkan hoaks dan fitnah dalam medsos mungkin (dipidana UU ITE)," katanya pada Republika.co.id, Kamis (28/3).
Asep menerangkan, golput merupakan hak pribadi warga yang dijamin oleh negara. Karena itu, ia mengatakan, warga negara yang golput tidak bisa dipidana.
"Golput untuk diri sendiri tidak masalah, asal jangan menghalang-halangi orang gunakan hak pilihnya. Jadi kalau misal kurang sreg sama paslon lalu enggak milih, ya, enggak langgar hukum," ujarnya.
Menurutnya, tindakan mengajak golput termasuk kategori menghalang-halangi orang untuk memilih. Pola mengajak golput itu, kata dia, bisa dilakukan lewat berbagai cara.
"Kalau seseorang mau golput enggak boleh ajak orang lain. Karena kalau ngajak maka masuk kategori menghalang-halangi dalam bentuk rayuan, iming-iming, ancaman. Pokoknya dengan berbagai cara menghalanginya," ucapnya.
Larangan mengajak golput tercantum dalam UU 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Ada dua pasal yang menjelaskan ancaman bagi mereka yang mengajak orang golput.
Aturan dimaksud yakni Pasal 292 UU 8/2012 bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Pasal 301 Ayat 3 UU 8/2012 menyatakan setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga (3) tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.