REPUBLIKA.CO.ID, LIBYA – Sebanyak 21 orang tewas dalam pertempuran di dekat Ibu Kota Libya, Tripoli. Sementara, 27 orang lainnya mengalami luka-luka akibat peristiwa tersebut, dikutip dari BBC, Ahad (7/4).
Hal itu disampaikan oleh pemerintah Libya yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ahad. Di antara korban yang tewas, salah satunya adalah seorang dokter dari organisasi kemanusiaan Bulan Sabit Merah yang terbunuh pada Sabtu (6/4). Sedangkan pasukan pemberontak pimpinan Jenderal Khalifa Haftar mengaku telah kehilangan 14 pejuangnya.
Sebelumnya, PBB menyerukan genjatan senjata selama dua jam. Sehingga warga sipil dapat dievakuasi.
Pasukan pemberontak di bawah pimpinan Jenderal Khalifa Haftar telah maju dari timur dengan tujuan mengambil alih Kota Tripoli. Di sisi lain, Perdana Menteri Libya, Fayez al-Serraj, menuduhnya berusaha melakukan kudeta dan mengatakan pemberontak akan berhadapan dengan pasukan keamanan.
Kekuatan internasional telah mulai mengevakuasi personel dari Libya di tengah situasi keamanan yang memburuk itu. Pasukan pemberontak pimpinan Jenderal Haftar yang disebut sebagai Pasukan Nasional Libya (LNA), telah melakukan serangan multi-cabang dari selatan dan barat kota sejak Kamis (4/4).
Pada Ahad (7/4), LNA mengatakan telah melakukan serangan udara pertama. Sehari setelah Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang didukung PBB memukul mereka dengan serangan udara pada hari Sabtu (6/4).
Pertempuran terus berlanjut di sekitar bandara internasional yang sudah tidak digunakan, di selatan Ibu Kota Libya, yang menurut Jenderal Haftar pasukannya telah direbut sebelumnya. Namun, anggota yang setia kepada GNA dan seorang juru bicara GNA mengatakan kepada Al-Jazeera TV bahwa GNA sekarang dimaksudkan untuk ‘membersihkan’ secara menyeluruh di Libya.
Komando Afrika-Amerika Serikat (AS) yang bertanggung jawab atas operasi militer AS dan penghubung di Afrika mengatakan, karena meningkatnya kerusuhan itu telah memindahkan sementara sebuah kontingen pasukan AS. Namun, mereka tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai jumlah pasukan yang dimaksud. Ada pula laporan mengenai kapal ambifi cepat yang digunakan dalam operasi tersebut.
Menteri Luar Negeri India Sushma Swaraj menuturkan, kontingen penuh dari 15 penjaga perdamaian dari Pasukan Cadangan Pusat telah dievakuasi dari Tripoli karena situasi di Libya yang tiba-tiba memburuk.
Perusahaan minyak dan gas multinasional Italia, Eni, memutuskan untuk mengevakuasi semua personel Italia dari negara tersebut. Hal yang sama juga dilakukan oleh PBB yang akan menarik kembali stafnya dari Libya.
Di sisi lain, warga Tripoli dilaporkan mulai menimbun makanan dan bahan bakar yang ada. Tetapi seorang editor BBC untuk Arab, Sebastian Usher menyebut, banyak dari mereka yang berada di dekat tempat petempuran masih menetap di rumah mereka masing-masing karena takut adanya penjarahan.
Beberapa pihak takut operasi yang dilakukan oleh Jenderal Haftar bersama pasukannya untuk mengambil alih kota Benghazi dari para pejuang Islam, akan berlangsung lama.
Libya telah dihancurkan oleh kekerasan dan ketidakstabilan politik sejak penguasa lama negara itu, yakni Muammar Gaddafi digulingkan dan dibunuh pada 2011. Setelah hal itu terjadi, lusinan milisi beroperasi di negara tersebut.
Jenderal Haftar diketahui membantu Gaddafi merebut kekuasaan pada 1969 silam. ia kemudian berada di pengasingan di AS. Jenderal Haftar kembali pada 2011 setelah pemberontakan melawan Gaddafi dimulai. Sejak saat itu, ia menjadi komandan pemberontakan.
Sebuah pemerintah persatuan dibentuk dalam perundingan 2015, tetapi kesulitan menegaskan kontrol nasional. Perdana Menteri Libya, Fayez al-Serraj menyampaikan, ia akan mempertahankan Tripoli. Ia juga menambahkan telah menawarkan konsesi kepada Jenderal Haftar untuk menghindari pertumpahan darah, hanya untuk "ditusuk dari belakang".