REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mempertimbangkan penggunaan mekanisme penghitungan elektronik atau e-counting daripada pemungutan suara elektronik atau e-voting. Hal tersebut lantaran kelelahan yang dialami petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) sebagian besar lantaran menghitung suara, bukan melayani pemilih.
"Patut mempertimbangkan penggunaan mekanisme e-counting. Jadi pemungutan suaranya secara manual menggunakan surat suara, tetapi penghitungan suaranya itu secara elektronik," ujar Komisioner KPU RI Viryan Aziz di Gedung KPU RI, Jakarta, Selasa (23/4).
Viryan menjelaskan dalam mekanisme e-voting, pemungutan, penghitungan hingga hasil pemilu sepenuhnya dilakukan dengan bantuan teknologi informasi. Sementara e-counting dilakukan dengan pemungutan surat suara secara manual dimasukkan ke dalam sebuah alat yang dapat mengonfirmasi hasilnya secara langsung.
Selanjutnya e-rekap, yakni setelah pemungutan selesai dan hasilnya dihitung secara manual oleh panitia pemilu, hasil pemilu setiap TPS kemudian direkapitulasi dengan mesin. Dari tiga opsi tersebut, ia menilai penggunaan hak pilih dengan surat suara masih relevan, sedangkan beban panitia pemilu harus dikurangi sehingga e-counting dapat dipertimbangkan.
"Nah ini lebih efisien iya, tapi tentu juga kita perlu pertimbangkan bagaimana alat tersebut," tutur Viryan.
Wacana tersebut diharapkan paling tidak dapat diterapkan mulai pilkada setelah pemilu 2019, tetapi KPU sepenuhnya bergantung kepada pembentuk undang-undang.