Kamis 25 Apr 2019 08:47 WIB

Pemuda Harus Menjadi Inspirator Lawan Kebohongan

Facebook terus berusaha mencegah mudahnya penyebaran hoaks.

Red: EH Ismail
Peneliti Digitroops Yusep Munawar Sofyan memberikan paparan hasil survey Nasional Digitroops Indonesia: Hoaks di Media Sosial dan Efek Elektoralnya di Jakarta, Kamis (11/4).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Peneliti Digitroops Yusep Munawar Sofyan memberikan paparan hasil survey Nasional Digitroops Indonesia: Hoaks di Media Sosial dan Efek Elektoralnya di Jakarta, Kamis (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Generasi muda harus menjadi penggerak dan produsen konten positif, sehingga dapat mewarnai jagat maya dengan berbagai informasi bermutu. Upaya tersebut akan mencerahkan masyarakat luas sehingga mereka terhindar dari kebohongan.

Hal itu dikatakan Deputi V Bidang Koordinasi Kebudayaan Kemenko PMK I Nyoman Shuida dalam Acara Gathering Positif Bermedia Sosial di Bandung, Jawa Barat, pada Kamis (25/4).

Saat ini perkembangan pengguna media sosial meningkat tajam. Menurut data yang dirilis Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), dari total 150 juta pengguna media sosial di Indonesia, 16,4 jutanya adalah pengguna yang berasal dari Jawa Barat. Pada Januari 2019, Jawa Barat memiliki 16,4 juta pengguna aktif media sosial, atau lebih dari 10% pengguna media sosial di seluruh Indonesia.

Kalau mereka diberdayakan untuk menghasilkan konten positif, maka akan ada puluhan juta orang yang mendapatkan wawasan dan pengetahuan konstruktif. Di antaranya adalah konten tentang kebangsaan, sejarah, pembangunan, dan banyak lagi.

Keprihatinan

Tingginya angka pengguna media sosial menimbulkan keprihatinan jika media sosial kemudian disalahgunakan untuk menyebarkan berita bohong/hoaks, seperti halnya yang disampaikan oleh Rumadi Ahmad selaku perwakilan dari Gugus Tugas Revolusi Mental.

“Media sosial yang sejatinya digunakan untuk merekatkan hubungan antar personal di masyarakat malah dijadikan sebagai instrumen penyebaran hoax oleh oknum yang tidak bertanggungjawab”, jelas Rumadi.

Rata-rata dalam sehari, ada sekitar 15 berita bohong (hoaks) yang diklarifikasi oleh pemerintah. Namun, masih ada ratusan berita lainnya yang mengarah pada misinformasi dan disinformasi.

“Hoaks atau berita bohong dapat diproduksi dengan sangat cepat dan di viralkan dengan cepat pula”, tambah Noudly Valdryno selaku perwakilan dari Facebook Indonesia.

Menurutnya, saat ini Facebook terus berusaha mencegah mudahnya penyebaran hoaks yaitu dengan menggunakan fitur standar komunitas. Pihaknya berharap masyarakat dapat memaksimalkan fungsi standar komunitas di Facebook dengan didukung pengawasan dari pengguna yaitu dapat melaporkan jika konten tersebut merupakan konten hoaks, fitnah, ujaran kebencian dan SARA serta kekerasan dan pornografi.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar menyambut baik kegiatan Gathering Positif bermedia sosial ini. Baginya, kegiatan yang mengumpulkan para netizen, influencer, dan pegiat komunikasi digital ini dapat membawa perubahan nyata dalam memperbaiki perilaku bermedia sosial masyarakat, khususnya generasi milenial.

“16,4 juta pengguna aktif media sosial di Jawa Barat itu berarti ada potensi 16,4 juta orang yang dapat menyebarkan konten positif untuk melawan munculnya berita hoaks yang sulit dikendalikan”, kata Bahtiar.

Diharapkan kegiatan ini dapat memicu pemerintah daerah lain di Indonesia untuk menyadari urgensi literasi media sosial bagi masyarakat. “Kegiatan ini jangan berhenti disini saja. Saya berharap dapat menular ke seluruh daerah di Indonesia, agar masyarakat tidak mudah lagi diprovokasi oleh berita bohong dan fitnah di media sosial", tambahnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement