REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam buku Muhammad: His Character and Conduct (2003), Adil Salahi memaparkan tentang budi pekerti Rasulullah SAW di masa peperangan. Pada dasarnya, Rasulullah SAW memaklumkan perang hanya sebagai siasat mempertahankan diri kolektif umat Islam dari serangan militer kaum kafir.
Tidak pernah satu pun perang di masa hidup Rasulullah menjadi jalan penjajahan kaum Muslim atas non-Muslim. Pasca Perang Badar, misalnya, Allah meletakkan kemenangan di atas kubu Muslimin. Pasukan Islam mendapati 70 tawanan perang.
Hal pertama yang diutamakan Rasulullah SAW adalah soal akhlak. Saat ditanya apakah yang harus dilakukan terhadap para tawanan, Rasulullah SAW menjawab perlakukanlah mereka dengan baik. Jangan menyiksa mereka. Berikanlah makanan dan minuman kepada mereka secara saksama.
Pemimpin paripurna ini lebih memilih memaklumkan tebusan kepada pihak musuh untuk menebus beberapa dari mereka. Sejumlah tawanan yang bisa membaca dan menulis justru hanya diperintahkan untuk menebus kebebasannya dengan mengajarkan literasi kepada anak-anak Muslim.
Rasulullah SAW juga menjadikan kemenangan sebagai momentum mengajarkan akhlak kepada umat manusia. Sebelumnya, kaum Quraisy mengalami degradasi moral yang luar biasa karena tidak bisa menggempur kekuatan pasukan Islam. Sebaliknya, kekuatan militer Madinah semakin jauh melampaui Makkah.
Pada 20 Ramadhan atau delapan tahun setelah hijrahnya, Rasulullah SAW memimpin sekitar 10 ribu orang pasukan dari Madinah dan sekitarnya untuk bergerak memasuki Makkah. Tidak ada perlawanan yang berarti dari kaum Quraisy. Mereka yang berpuluh tahun silam menyiksa para pengikut Nabi Muhammad SAW, kini menjadi lemah tak berdaya. Sebagiannya malah ketakutan melihat berduyun-duyun pasukan Islam datang mendekat.
Dengan situasi yang amat menguntungkan itu, apa yang dilakukan Rasulullah SAW? Beliau tidak menunjukkan rasa dendam. Sebaliknya, Rasulullah SAW memaklumkan keselamatan bagi siapa saja yang memasuki Masjid al-Haram dan bahkan rumah Abu Sufyan, seorang pemimpin Quraisy, atau rumah masing-masing.
Setiap orang hanya perlu tinggal dengan selamat di kediamannya sambil menyaksikan langsung betapa besar kini kekuatan umat yang pada awalnya lemah. Sasaran penghancuran Rasulullah SAW hanya satu: berhala-berhala yang selama ini mengotori Rumah Allah. Melalui tindakannya, Nabi SAW mengajarkan pentingnya pengampunan, alih-alih melanggengkan benci atau dendam. Dengan perkataan lain, mengubah musuh menjadi kawan di dalam bingkai Islam.