REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peradaban Nil terancam. Sungainya tak mau lagi mengalirkan air. Negeri Firaun dilanda kekeringan. Rakyatnya kelaparan dan jatuh miskin. Apa yang terjadi, sementara Nabi Musa berada di tengah mereka. Bukan meminta mukjizat Musa, mereka justru menganggap sang nabiyullah penyebab kesialan mereka hingga Nil tiba-tiba mengering.
Sungai terpanjang di dunia itu memang bukan tanpa sebab tiba-tiba tak lagi berair. Kisah bermula ketika Musa meminta Firaun melepaskan perbudakan Bani Israil dan mengizinkan mereka untuk ikut bersamanya pindah dari negeri Mesir.
Namun, Firaun tak menanggapi. Ia justru kemudian mengumpulkan rakyatnya dalam sebuah pertemuan besar. Seluruh warganya diundang, termasuk anak-anak. Pun, Bani Israil. Mereka membanjiri pertemuan tersebut.
Dalam pertemuan agung itu, Firaun berseru kepada seluruh rakyatnya, "Akulah tuan kalian, aku menyediakan semua kebutuhan kalian. Lihatlah Musa, ia tak memiliki emas. Ia hanyalah orang miskin," kata Firaun.
Bani Israil pun sekejap langsung percaya dengan kata-kata Firaun. Lupa sudah bahwa raja mereka itu telah menindas, bahkan membunuh anak-anak mereka. Namun, mereka teperdaya dengan kilauan emas dan perak. Lupa sudah nabi mereka Musa yang selalu menyeru hak mereka untuk lepas dari belenggu sebagai budak Firaun. Mereka dengan mudahnya tergiur janji Firaun yang akan memenuhi segala kebutuhan hidup mereka, meski janji itu palsu belaka.
Dalam keteperdayaan dan kebodohan itu, Bani Israil serta-merta menaati Firaun dan mengabaikan panggilan Musa. Mereka tergiur godaan dunia. Musa dicela, tak dianggap sebagai utusan Allah.
Maka, keesokan hari setelah pertemuan itu, tanah Mesir heboh. Air di Sungai Nil tiba-tiba habis begitu saja. Nil terus kering hingga tanah pertanian gagal panen, rakyat kelaparan, Mesir dirundung panceklik. Namun, bukan bertaubat agar terbebas dari azab Allah ini, Firaun dan pengikutnya tetap sombong dan berbangga diri. Mereka malah menuding Musa sebagai pembawa sial bagi negeri Mesir.
Maka, Allah pun melanjutkan azab-Nya. Jika sebelumnya kekeringan, Allah kemudian menimpakan banjir besar kepada rakyat Mesir. Lahan subur habis terkikis. Ketika mereka tak tahan lagi dengan banjir, mereka pun mendatangi Musa. "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu," ujar para pengikut Firaun.
Musa pun kemudian memanjatkan doa dan segera terijabah. Azab banjir pun reda seketika. Namun begitu azab sirna, mereka ingkar janji. Mereka pun tetap tak beriman kepada kenabian Musa. Allah pun kembali menurunkan azab.
Allah mengirimkan sekawanan belalang yang kemudian memakan habis tanaman. Warga Mesir kembali kelaparan. Lalu, mereka pun kembali kepada Musa dan meminta hal sama. "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu," kata mereka.
Azab belalang pun usai. Namun lagi-lagi, mereka kembali ingkar. Allah memberikan azab kembali dengan mengirim sekawanan kutu. Tiba-tiba wabah penyakit akibat kutu itu pun melanda tanah Cleopatra. Saat merasa sulit, mereka pun kembali kepada Musa dan meminta hal yang sama. Musa dengan sabar mengabulkan dengan harapan mereka akan sadar.
Namun, mereka kembali ingkar. Allah pun tak segan mengirimkan kembali azab. Kali ini, dikirimkan sekelompok katak. Tiba-tiba Mesir dipenuhi sesak oleh katak yang terus melompat-lompat, banyak sekali jumlahnya. Rakyat Mesir hidup dipenuhi katak-katak itu. Tertekan, mereka kembali lagi kepada Musa, dengan permintaan yang sama. Namun, ini hanyalah mengulang seperti sebelumnya. Azab dihilangkan, mereka kembali ingkar, demkian seterusnya.
Maka, Allah pun kembali mengirim azab-Nya. Allah Ta'ala mengubah air Nil menjadi darah dengan bau anyir yang menyengat. Ajaibnya, ketika Musa dan pengikutnya meminum air itu, maka bagi mereka itu bukanlah darah, melainkan air biasa. Jika rakyat Mesir pengingkar kenabian Musa ingin meminumnya, tiba-tiba air berubah menjadi darah.
Seperti sebelum-sebelumnya, mereka pun mendatangi Musa dan mengatakan hal sama. Namun, setelah Musa memanjatkan doa dan azab telah diangkat, mereka pun kembali pada keingkaran. Bertubi-tubi Allah menimpakan azab. Tentu saja, bagi orang yang berakal, itu lebih dari cukup untuk menunjukkan kenabian Musa dan keesaan Allah. Namun, warga Mesir telah buta hati. Mereka telah tersesat.
Kisah tentang azab bagi rakyat Mesir ini dikisahkan dalam Alquran surah al-Araf ayat 130-136. Kisah lengkapnya, rujuklah Stories of the Prophets atau Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir.