REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama lengkapnya, Mahmud Kashgari bin Husayn bin Muhammad. Namun, dunia Islam lebih mengenalnya sebagai Mahmud al Kashgari. Lahir di Kashi, dekat Kashgar, Cina, pada 1005, ia adalah cendekiawan Muslim beretnis Uighur yang terkemuka.
Ia berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya, Hussayn, menjabat sebagai Wali Kota Barsgan dan memiliki hubungan dekat dengan Dinasti Qara Khanid yang berkuasa pada masa itu. Ayahnya berimigrasi dari Barsgan ke Kashgar, tempat al Kashgari dilahirkan. Barsgan adalah kota di sebelah tenggara Danau Issyk Kul. Saat ini, wilayah itu bernama Barskoon yang berada di Kirgistan Utara. Sedangkan, ibunda al Kashgari bernama Bubi Rabiya Basri, seorang wanita intelek pada masa itu.
Sebagai cendekiawan, al Kashgari memiliki talenta dan kemampuan yang beragam. Mulai dari kemampuan menulis, ahli membuat peta, juga pakar dalam bidang leksikografi (perkamusan). Dia pun sangat memahami studi-studi keislaman, dan fasih berbicara dalam sejumlah bahasa, seperti Arab, Persia, dan Turki. Dalam hal membuat peta, al Kashgari telah menorehkan sejarah tersendiri. Ia diyakini sebagai orang yang pertama kali membuat peta Negeri Sakura.
Mendapatkan pendidikan yang sangat baik di waktu muda, al Kashgari merupakan sosok cendekiawan yang sangat besar perhatiannya pada hampir segala hal tentang Turki. Tak heran, ia banyak melakukan perjalanan di wilayah Turki. Ia pelajari semua dialek bahasa Turki dan beragam tradisinya seperti kesenian dan cerita rakyat. Sejumlah catatan sejarah menyebut, al Kashgari adalah sosok yang memiliki pengetahuan luas dan mendalam mengenai sejarah, geografi, dan tradisi Turki.
Perhatian dan pengetahuannya yang mendalam tentang Turki itulah yang mendorongnya menulis sebuah kamus komprehensif berbahasa Turki, dan isinya pun mengenai Turki. Rampung ditulis pada 1072, karya fenomenal al Kashgari itu diberi judul Diwan Lughat al Turk. Kamus atau ensiklopedia ini sangat lengkap, memuat antara lain contoh-contoh puisi klasik Turki yang mewakili semua genre seperti epik, penggembalaan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Di samping untuk menghimpun segala informasi mengenai Turki, kamus ini pun diharapkannya dapat dibaca atau menjadi rujukan khalifah di Baghdad, sebab pada masa itu Arab merupakan sekutu Turki.
Dalam salah satu bukunya, ia bercerita bahwa banyak penduduk Kashgar, termasuk keluarganya, yang berimigrasi ke Irak. Pada masa itu, Irak merupakan salah satu pusat peradaban Islam, juga merupakan salah satu tempat dilakukannya penelitian-penelitian ilmiah. Hal ini yang membuat Irak, terutama Baghdad, menjadi tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi, bahkan dijadikan tempat untuk menetap.