REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Pemerintah Iran mengecam rencana Amerika Serikat (AS) menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris. Teheran menilai Washington tak memiliki hak untuk melakukan hal tersebut.
"AS tidak dalam posisi untuk mulai menyebut orang lain segagai organisasi teror dan kami menolak dengan upaya apa pun oleh AS dalam hal ini," kata Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di Doha, Qatar, pada Rabu (1/5).
Menurut dia, AS justru adalah pihak yang mendukung teroris di Timur Tengah. AS mendukung teroris terbesar di kawasan itu, yakni Israel.
Gedung Putih, pada Selasa (30/4), mengatakan bahwa Presiden Donald Trump sedang bekerja untuk menunjuk Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris asing. Hal itu akan mengarah pada penerapan sanksi terhadap gerakan Islam tertua di Mesir tersebut.
Menurut Gedung Putih, saat bertemu Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi di Washington pada 9 April lalu, salah satu yang dibahas adalah tentang ancaman Ikhwanul Muslimin. Sisi secara pribadi menyampaikan kekhawatirannya kepada Trump terkait kegiatan kelompok itu.
Ikhwanul Muslimin didirikan pada 1928. Pada 2013, kelompok tersebut dicantumkan ke daftar hitam oleh otoritas Mesir menyusul penggulingan Muhammad Mursi. Dia adalah presiden pertama Mesir yang dipilih langsung oleh rakyat. Peristiwa itu terjadi berbarengan dengan kudeta militer yang dipimpin Sisi.
Terdapat beberapa negara yang telah memasukkan Ikhwanul Muslimin ke daftar hitam, antara lain Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain.