Jumat 10 May 2019 10:22 WIB

'Tak Elok Tersangka Korupsi Masih Menjabat Kepala Daerah'

Secara hukum, kepala daerah berstatus tersangka masih bisa menjabat.

Rep: Bayu Adji/ Red: Muhammad Hafil
Baju koruptor tahanan KPK (ilustrasi).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Baju koruptor tahanan KPK (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) angkat suara soal penetapan tersangka Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman. Meski sudah berstatu tersangka, Budi masih belum ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menjabat sebagai kepala daerah.

Pelaksana tugas Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik mengatakan, status tersangka memang belum bisa dinyatakan bersalah dalam perspektif hukum. Menurut dia, sepanjang masih bisa melaksanakan tugas-tugasnya, yang bersangkutan masih diperkenankan menjabat sebagai kepala daerah.

Baca Juga

Apalagi, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan, maka yang bersangkutan masih bisa menjabat. "Memang dari sisi etika itu kurang elok, tapi dari perspektif hukum itu dibolehkan," kata dia kepada wartawan melalui pesan singkat, Kamis (9/5) malam.

Namun, ia meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Selama jalannya pemerintahan daerah tidak terganggu, hal itu tidak masalah meski tak baik secara etika.

Sementara itu, Mantan Dirjen Otda Kemendagri, Sumarsono mengatakan, seorang kepala daerah yang berstatus tersangka dan tidak ditahan, masih bisa menjabat sampai nunggu status resmi ditahan. Namun, ketika sudah ditahan, kepala daerah harus dinonaktifkan.

Ia menambahkan, kepala daerah yang berstatus tersangka juga masih berwenang melantik pejabat jika ada perombakan jabatan. Pasalnya, tak ada aturan yang melarang soerang tersangka melantik jajarannya.

"Cuma kurang etis saja karena statusnya tersangka. Bayangkan bila beliau memimpin pengambilan sumpah, yang isinya tidak menerima sesuatu dan siap tidak terima suap atau korupsi, oleh pejabat yang statusnya tersangka korupsi," kata dia.

Budi Budiman telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2018. Ia diduga melakukan gratifikasi kepada mantan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yaya Purnomo, yang telah divonis 6,5 tahun penjara.

Wali Kota Tasikmalaya itu juga telah melakukan pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (9/5). Usai diperiksa selama hampir 7 jam, Budi diperbolehkan untuk pulang.

Ketua tim kuasa hukum Budi, Bambang Lesmana, mengatakan, kliennya memang masih diperbolehkan kembali setelah diperiksa oleh penyidik KPK. Menurut dia, Budi akan kembali ke Tasikmalaya selama masih belum ditahan.

"Alhamdulillah diperbolehkan pulang. Nanti kapan saja diperlukan, KPK akan memanggil," kata dia saat dikonfirmasi, Kamis (9/5).

Menurut dia, belum ditahannya Wali Kota Tasikmalaya itu merupakan keputusan dari dari pimpinan komisi antirasuah. Pasalnya, tim kuasa hukumnya sebelumnya juga telah melakukan permohonan untuk penangguhan penahanan secara lisan, usai penyidik KPK memeriksa Budi di Tasikmalaya, Rabu (24/4).

Ia menambahkan, permohonan itu diajukan lantaran saat ini masih dalam nuansa bulan Ramadhan. Karena itu, ia meminta kliennya tidak ditahan dulu oleh KPK.

"Karena pemeriksaan sudah beres dan berdasarkan atasan KPK diperbolehkan pulang, kita pulang ke Tasikmalaya," kata dia.

Bambang mengatakan, meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Budi sampai saat ini masih menjabat sebagai Wali Kota Tasikmalaya. Adapun ke depan ada kebijakan mengenai jabatannya sebagai kepala daerah, kliennya siap mengikuti aturan.

Budi menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB, Kamis (9/5). Menurut Bambang, dalam pemeriksaan itu Budi dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik KPK.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement