REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, Tim Tata Kelola Air akan memenuhi undangan KPK pada Jumat (10/5) ini berdasarkan laporan dari masyarakat terkait pengelolaan air di Ibu Kota. Menurutnya, hal itu sebagai konsultasi agar proses pengambilalihan pengelolaan air berjalan sesuai hukum yang berlaku.
"Tidak merugikan negara dan tidak merugikan kepentingan umum. Dan secara hukum tidak ada yang dilanggar, karena itu konsultasi kepada KPK," ujar Anies di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (10/5).
Ia mengatakan, proses penghentian swastanisasi air ini agar warga Jakarta memiliki akses air bersih sepenuhnya. Ia menyebut, sekarang ini masalahnya upaya memberikan akses air bersih terhambat perusahaan swasta.
Anies melanjutkan, dengan dilakukannya konsultasi kepada KPK, akan ada ruang-ruang hukum yang bisa digunakan dalam proses pengambilalihan pengelolaan air. Sehingga segala tahapannya sesuai dengam hukum dan ketentuan yang berlaku.
Ia menambahkan, sejauh ini baru PT Aetra Air Jakarta yang sudah melakukan kesepakatan awal atau Head of Agreement (Hoa) dengan Pemprov DKI melalui PD PAM Jaya. Sementara, satu perusahaan swasta lagi, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), belum mau melakukan kesepakatan tersebut.
"Lalu HOA sendiri sejauh ini Aetra sudah bersepakat dan penandatangan dengan PDAM. Yang tidak bersahabat dan tidak menunjukkan etika tidak baik adalah Palyja," jelas Anies.
Sementara itu, Pengacara publik mewakili Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ) Tommy Albert berharap, pertemuan antara Pemprov DKI dan KPK bisa memperjelas atas kerugian negara selama swastanisasi air berlangsung sejak 1998. Menurut dia, aduan masyarakat terhadap dugaan korupsi air di Jakarta sudah dilakukan beberapa tahun yang lalu.
"Kejelasan aset-aset negara yang saat ini dikuasai dan digunakan oleh Palyja dan Aetra untuk mencari keuntungan, penegakan hukum atas setiap kerugian negara," kata Tommy kepada Republika.co.id, Jumat (10/5).