REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandi lebih menerima hasil pileg daripada pilpres. Dugaan kecurangan pada Pilpres dinilai lebih terstruktur, masif dan sistematis.
Juru Kampanye Nasional BPN, Muhammad Syafii menilai, tidak menutup kemungkinan terjadi kecurangan pada pileg. Namun, kata dia, pilpres yang curang lebih bisa dipastikan. "Jadi bedakan ya, tidak tertutup kemungkinan terjadi kecurangan pemilu di pileg tapi pemilu curangnya itu hampir pasti terjadi di pilpres," ujarnya di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (15/5).
Syafii merespons kritik Tim Kampanye Nasional (TKN) yang menyatakan, BPN seharusnya juga menerima hasil Pilpres bila menganggap Pilpres curang. Salah satu yang disoal dalam dugaan kecurangan adalah Daftar Pemilih Tetap (DPT). DPT digunakan untuk Pileg dan Pilpres.
Namun, BPN menegaskan, penyelidikan kecurangan dilakukan terpisah antara Pilpres dan Pileg. Tim BPN di lapangan, katq Syafii, yang didesain untuk curang adalah Pilpres. Sementara di pileg, Syafii menyebut kecurangan bisa saja terjadi, namun tidak masif.
"Saya kira sangat naif kalo ada yang mengatakan pemilu ini sudah berjalan dengan jurdil. saya kira itu sangat naif," kata Politikus Gerindra itu.
BPN akan terus memvalidasi data-data dugaan pemilu curang. Hal ini akan menjadi dasar hukum untuk menguatkan argumentasi BPN terkait pemilu curang itu."Sehingga dengan data dan fakta yang kami miliki kami kemudian bersikap untuk tidak menerima hasil pemilu itu," kata Syafii.
Sebelumnya, Prabowo Subianto menegaskan menolak hasil penghitungan suara Pemilu 2019 yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Prabowo menilai telah terjadi kecurangan selama proses Pemilu, mulai dari masa kampanye hingga penghitungan suara yang masih berjalan.
"Saya akan menolak hasil penghitungan suara pemilu, hasil penghitungan yang curang," ujar Prabowo saat berbicara dalam acara 'Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019' di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Selasa, (14/5).