Jumat 17 May 2019 11:31 WIB

Moeldoko: Seruan tak Bayar Pajak, tak Mendidik

Seruan untukt idak membayar pajak justru memberikan pendidikan yang tidak baik

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Arief Poyuono (kiri).
Arief Poyuono (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut ajakan Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono agar menolak pajak tidaklah benar. Menurutnya, Arief justru memberikan pendidikan yang tidak baik kepada masyarakat.

"Itu pendidikan yang gak baik. Warga negara itu kan punya hak dan kewajiban. Jangan menganjurkan," kata Moeldoko di Kompleks Istana Presiden, Jakarta.

Moeldoko menyayangkan seruan Arief tersebut. Sebagai tokoh partai politik, kata dia, seharusnya Arief mampu memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.

"Menurut saya itu lah, orang partai politik malah memberikan pembelajaran politik yang gak bagus kepada masyarakat. Menurut saya enggak benar itu lah," jelas Moeldoko.

Setelah pengumuman hasil perhitungan suara pemilu dilakukan oleh KPU, maka diharapkan tak ada lagi kubu antar lawan. Masyarakat, ujar Moeldoko, harus bersatu dan tetap menjalankan kewajibannya sebagai warga negara.

"Jadi kalau menjadi warga negara Indonesia ya hak dan kewajiban harus diikuti, jangan menyerukan begitu, itu pendidikan politik yang gak benar," tambahnya.

Mantan Panglima TNI itu menyerukan agar para elit politik mengajak masyarakat Indonesia untuk memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Moeldoko juga meyakini, Prabowo Subianto merupakan seorang yang patriotik dan ksatria. Namun, ia menyangkan orang-orang di sekitar Prabowo justru menunjukan sikap yang tak terpuji.

"Saya yakin pak Prabowo memiliki itu. Hanya jangan yang di bawahnya itu malah melakukan hal-hal yang keluar dari pemikiran bosnya," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono mengeluarkan ajakan pada masyarakat yang memilih Prabowo - Sandiaga agar tidak mengakui hasil Pilpres 2019 yang menurutnya dipaksakan.

"Tolak bayar pajak kepada pemerintahan hasil Pilpres 2019 yang dihasilkan oleh KPU yang tidak legitimate itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019," kata Arief Poyuono dalam keterangan tertulis, Rabu (15/5).

Dengan menolak bayar pajak dan tidak mengakui pemerintahan yang dihasilkan oleh Pilpres 2019, maka anggota DPR RI Gerindra dan parpol koalisi tidak perlu ikut membentuk DPR RI 2019-2024.

Menurut Arif, masyarakat juga bisa melakukan gerakan diam seribu bahasa dan tidak perlu melakukan kritik-kritik terhadap pemerintahan yang dinilainya tidak konstitusional. Pasalnya, kata Arief, pemerintahan dihasilkan dari pilpres yang tidak legitimate.

"Kita lakukan gerakan boikot pemerintahan hasil Pilpres 2019 seperti yang pernah diajarkan oleh Ibu Megawati ketika melawan rezim Suharto yang mirip dengan rezim saat ini," kata Arief Poyuono.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement