REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak akan ikut serta dalam aksi massa ke gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei nanti. Partai berlogo banteng ini mengatakan, tidak akan mengerahkan massa ke lokasi tersebut.

Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto menilai, aksi tersebut merupakan sebuah dinamika politik usai pemungutan suara pada 17 April lalu. Dia menilai wajar jika kegiatan itu diisi oleh pihak-pihak yang kecewa dan belum menerima kekalahan.

Menurut Hasto, aksi 22 Mei nanti merupakan gerakan yang mencoba menghasut rakyat. Namun, dia optimistis jika gerakan itu tidak akan efektif karena bertentangan dengan kultur bangsa yang cinta damai, toleran dan punya tradisi musyawarah di dalam menyelesaikan setiap perbedaan.

"Politik nasional aman dan terkendali. Demikian halnya sistem dan mekanisme hukum negara, mampu menindak siapapun yang mengganggu ketertiban umum," kata Hasto Kristiyanto di Jakarta, Senin (22/5).

Hasto berpendapat, rakjat telah menunjukan kegembiraan dengan hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) secara masif. Dia mengatakan, tingginya partisipasi itu menunjukkan prinsip kedaulatan rakyat bekerja dengan baik.

Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) itu mengungkapkan, partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 mencapai di atas 80 persen. Menurutnya, hal itulah yang menjadi basis legalitas dan legitimasi tertinggi kepemimpinan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Hasto mengatakan, atas dasar hal itu, PDIP percaya bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan bagian dari pendewasaan demokrasi. Dia mengatakan, massa yang akan bertindak inkonstitusional akan berhadapan dengan hukum negara dan kekuatan rakyat itu sendiri nantinya.