REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sebanyak 14 Pekerja Seks Komersial (PSK) terjaring razia yang dilakukan petugas gabungan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya di kawasan Stasiun Wonokromo. Dari 14 PSK yang terjaring razia itu, delapan diantaranya terindikasi positif Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, 14 PSK yang terjaring razia langsung dilakukan pemeriksaan tes urine di lokasi. Hasilnya, delapan orang positif terjangkit HIV. Mereka diketahui berasal dari beberapa daerah di Jawa Timur, yakni Kediri, Tulungagung, Gresik, Nganjuk, dan Malang, dengan usia rata-rata di atas 30 tahun.
“Saat ini mereka ditempatkan di Liponsos Keputih untuk dilakukan pembinaan dan pengobatan berupa Acute Retroviral Syndrome (ARV), sebelum nanti mereka dipulangkan ke daerah asal masing-masing,” kata Febria di Surabaya, Senin (20/5).
Febria menjelaskan, pihaknya akan terus gencar melakukan penyuluhan dan pemeriksaan ke sekolah-sekolah, bahkan tempat-tempat hiburan malam. Dengan begitu masyarakat akan sadar dan mendapatkan edukasi tentang bahaya penyebaran virus HIV itu.
“Kita selalu melakukan penyuluhan-penyuluhan di SD, SMP, SMA dan lintas sektor. Kemudian di beberapa hiburan malam, kalau tim pengawasnya ada dari Dinkes, LSM dan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia),” ujarnya.
Dia memastikan, Pemkot Surabaya bersama jajaran samping juga rutin melakukan razia ke tempat-tempat hiburan malam. Razia dilakukan rutin setiap tiga bulan sekali untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya penyebaran virus tersebut.
“Setiap ada razia itu langsung kita periksa (tes urine) di tempat. Baru setelah itu jika terindikasi positif HIV, maka akan kita bawa ke Liponsos,” kata Febria.
Perempuan berkerudung ini mengungkapkan, penularan virus HIV bisa melalui beberapa faktor, diantaranya jarum suntik, free sex, dan hubungan sesama jenis. Namun jika hanya sekedar bersentuhan tangan dengan pengidap HIV, orang tersebut tidak akan tertular. Akan tetapi, ia menyebut, obat ARV tidak bisa menyembuhkan pengidap HIV/AIDS, namun bisa menekan perkembangbiakan virus, sehingga usia harapan hidup bisa diperpanjang.
“Jangan sungkan-sungkan untuk berobat dan koordinasi dengan puskesmas, sampai terima PMT (Pemberian Makanan Tambahan). Itu berupa susu, karena imunnya sudah menurun. Dari Dinsos juga ada permakanan,” kata dia.
Febria juga mengimbau, masyarakat yang telah terjangkit virus HIV/AIDS agar melakukan pengobatan secara rutin ke puskesmas atau rumah sakit yang memberikan layanan tersebut. Ia menyebut, di Surabaya ada 63 puskesmas yang siap melayani pemeriksaan dan diagnosa virus HIV.
Jumlah Puskesmas yang melayani pengobatan HIV ada 10. Yakni, Puskesmas Dupak, Putat, Sememi, Perak Timur, Kedurus, Jagir, Kedungdoro, Keputih, Kali Rungkut, dan Tanah Kali Kedinding.
“Kalau rumah sakit yang melayani pengobatan HIV ada sembilan, yakni RS Soewandi, RSAL (Rumah Sakit Aangkatan Laut), RS Haji, RS Bhayangkara, RS Jiwa Menur, RS Dr. Soetomo, RS Unair dan RS Bhakti Dharma Husada (BDH),” kata dia.
Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya M. Fikser menambahkan, Pemkot Surabaya secara intensif melakukan razia ke tempat-tempat yang terindikasi ada praktek prostitusi dan penyebaran HIV/AIDS, seperti di Wonokromo, dan eks lokalisasi. Tak hanya itu, pihaknya juga rutin melakukan razia ke kos-kosan untuk melakukan pengecekan dan pemeriksaan adanya virus HIV.
“Kalau di kos-kosan tidak terlalu banyak. Kita tekankan di daerah yang kita curigai berdasarkan informasi, maka kita lakukan yustisi, sekaligus diikuti dengan pemeriksaan kesehatan,” kata Fikser.
Razia atau OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang digelar, kata Fikser, sebelumnya telah dilakukan penyelidikan-penyelidikan. Ia menyebut, ketika di lokasi ditemukan adanya transaksi seperti prostitusi, pihaknya langsung melakukan pengamanan dan pemeriksaan kesehatan kepada orang tersebut. Tujuannya, untuk meminimalisir penyebaran virus HIV/AIDS.
“Sebetulnya ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang pasal bagi seseorang yang menularkan virus HIV,” ujarnya.
Peraturan itu, tercantum dalam Perda No. 4 Tahun 2013, tentang penanggulangan HIV dan AIDS. Dalam Pasal 15 disebutkan, setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV dilarang melakukan tindakan yang patut diketahui dapat menularkan atau menyebarkan infeksi HIV kepada orang lain.
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, akan dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.