REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengusulkan agar pemilu Majelis Nasional digelar lebih awal. Majelis tersebut merupakan satu-satunya badan yang diakui secara demokratis dan sah oleh sebagian besar negara-negara Barat sejak Venezuela dibekap krisis politik.
Dalam pidatonya di rapat umum pro-pemerintah pada Senin (20/5), Maduro mengatakan akan melegitimasi satu-satunya institusi yang belum dilegitimasi dalam lima tahun terakhir. “Kita akan mengukur diri sendiri secara elektoral. Kami akan mengedepankan pemilu Majelis Nasional,” kata dia.
Majelis Nasional dipimpin oleh pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido. Pada Januari lalu, dia telah mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara menyusul gelombang demonstrasi yang mendesak Maduro turun dari jabatannya.
Maduro menuding Guaido berupaya melakukan kudeta terhadap pemerintahannya. Menurut Maduro, Guaido memperoleh dukungan dari Pemerintah Amerika Serikat (AS).
Kendati serangkaian aksi protes telah dilakukan warga Venezuela, Maduro masih memegang kendali atas fungsi-fungsi negara. Dia pun mendapat dukungan dari para petinggi militer.
Sejauh ini, agen intelijen pro-Maduro telah menangkap dan menahan beberapa tokoh yang bersekutu dengan Guaido. Mahkamah Agung Venezuela juga menuduh 14 anggota parlemen dari partai oposisi melakukan kejahatan, termasuk pengkhianatan dan konspirasi. Aksi penangkapan tersebut membuat sebagian besar tokoh pendukung Guaido melarikan diri ke luar negeri.
Utusan khusus oposisi Venezuela untuk AS Carlos Vecchio mengatakan dia telah bertemu dengan para pejabat Pentagon dan Departemen Luar Negeri AS di Washington. Mereka membahas semua aspek krisis Venezuela.
Dalam cicitan di akun Twitter pribadinya, Vecchio mengatakan pembicaraannya dengan para pejabat Departemen Luar Negeri AS sangat positif. “Kami terus maju,” ucapnya tanpa memberi keterangan lebih mendetail.
Presiden AS Donald Trump telah mengatakan tak mengesampingkan opsi militer terhadap Venezuela. Dia berulang kali mengatakan semua opsi telah tersedia dan didiskusikan.
Namun, AS menegaskan mereka lebih memilih menekan Maduro melalui jalur ekonomi dan diplomatik yang berkelanjutan. AS berharap dengan cara itu Maduro dapat mundur dari jabatannya.