Rabu 22 May 2019 04:20 WIB

Ekonomi Thailand Melambat untuk Pertama Kalinya

Pelambatan pertumbuhan ekonomi Thailand terjadi dalam empat tahun terakhir

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Salah satu sudut Kota Bangkok.
Salah satu sudut Kota Bangkok.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pertumbuhan ekonomi Thailand mengalami perlambatan pada kuartal pertama untuk pertama kalinya selama empat tahun terakhir. Dilansir di Reuters, Selasa (21/5), hal ini dikarenakan penurunan ekspor dan investasi publik.

Data dari Thailand melengkapi data negara di Asia Tenggara yang mengalami pertumbuhan ekonomi lebih lambat dibandingkan tiga bulan terakhir pada 2018. Pada hari yang sama, Singapura juga melaporkan pertumbuhan ekonomi dengan kondisi serupa. Tren tersebut diperkirakan berakar pada perang dagang Amerika Serikat dengan China dan perlambatan pertumbuhan secara global.

Baca Juga

Dewan Pengembangan Ekonomi dan Sosial Nasional Thailand menyampaikan, produk domestik bruto (PDB) Thailand tumbuh 2,8 persen pada kuartal pertama 2019 dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu (year on year/yoy). Angka tersebut menjadi paling rendah sejak periode akhir 2014.

Angka tersebut lebih lambat dibanding dengan jajak pendapat Reuters yang memprediksi pertumbuhan tiga persen.

Kondisi pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama membuat pemerintah Thailand memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahunan. Yakni, dari kisaran 3,5 persen sampai 4,5 persen yang diprediksi pemerintah pada Februari, menjadi 3,3 persen sampai 3,8 persen.

Kondisi tersebut juga membuat pemerintah memangkas prospek pertumbuhan ekspor sepanjang tahun, dari 4,1 persen menjadi 2,2 persen. Ekspor Thailand yang berkontribusi atas dua pertiga PDB turun 3,6 persen pada kuartal pertama dari tahun sebelumnya. Padahal, pada 2018, ekspor mereka naik 7,2 persen.

Penurunan proyeksi di negara ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara ini terjadi di tengah peningkatan ketegangan perdagangan global dan ketidakpastian politik dalam negeri. Sebab, beberapa partai politik masih berlomba-lomba membentuk pemerintahan baru, yang kemungkinan akan rapuh, setelah pemilihan pada 24 Maret.

Ekonom Nomura di Singapura, Charnon Boonnuch, mengatakan, pihaknya masih melihat kemungkinan besar pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 3,4 persen. "Meski keseimbangan risiko tetap miring ke bawah," tuturnya.

Pemerintah Thailand berharap, pertumbuhan ekonomi dapat membaik pada kuartal kedua. Sebab, pada periode tersebut, ekspor diperkirakan akan pulih secara bertahap.

Faktor lain yang mempengaruhi laju pertumbuhan adalah melambatnya keuntungan dari sektor pariwisata dan utang rumah yang tinggi. Hal ini membuat pengeluaran konsumen menjadi terbatas.

Pada kuartal pertama, konsumsi swasta naik 4,6 persen dan investasi swasta naik 4,4 persen secara yoy. Tapi, investasi publik turun 0,1 persen.

Pada Januari sampai Maret, jumlah wisatawan mancanegara naik 1,5 persen dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan kuartal terakhir 2018 yang naik 4,3 persen secara yoy.

Seiring meningkatnya risiko inflasi, sebagian besar ekonom memperkirakan Bank Thailand akan mempertahankan tingkat kebijakannya pada 1,75 persen sampai akhir 2019. "Mereka tetap mempertahankan suku bunga sampai ada kejelasan di sisi eksternal dan internal," ucap kepala penelitian pasar modal Kasikornbank, Kobsidhti Silpachai.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement