REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adalah panglima Amr Ibn al-Ash yang memimpin pasukan Arab menjelajahi Afrika Utara setelah sebelumnya merebut Mesir dari tangan Bizantium. Di bawah perintah Khalifah Umar Ibn al- Khattab di Madinah, pasukan Amr berhasil menguasai Sirenaika pada 642 M. Tripolitania ditaklukkan pada 647 M. Pang lima Uqbah Ibn Nafi kemudian me mimpin pasukan Arab untuk menguasai Fezzan pada 663 M.
Namun, pasukan Arab menghadapi perlawanan sengit bangsa Berber yang membuat invasi Afrika Utara mengalami kemandekan. Menyadari posisi penting Afrika Utara dalam kampanye melawan kekuatan Bizantium, akhirnya pasukan dalam jumlah besar dikerahkan untuk menguasai provinsi Romawi di Tunisia pada 670 M. Uqbah mendirikan Kota Kairouan (al-Qayrawan) sebagai basis militer untuk menguasai Kartago yang dipertahankan Garnisun Bizantium.
Perlawanan Berber sempat membuat pasukan Arab terpukul mundur dua kali. Namun, dengan memanfaatkan pasukan Berber yang telah masuk Islam untuk ikut berperang, pasukan Arab dengan kekuatan lebih besar akhirnya bisa menguasai Kartago pada 693 M dan ke mudian merangsek ke Maroko pada 710 M. Dua tahun kemudian, Spanyol ba gian selatan atau Andalusia berhasil ditaklukkan sehingga wilayah Maghrib termasuk Tripolitania dan Sirenaika berada di bawah kendali Dinasti Umayyah di Damaskus.
Di Afrika Utara, orang-orang Arab bertindak sebagai penakluk dan juga penyebar agama, namun bukan kolonis. Artinya, pasukan Arab melakukan ekspedisi penaklukan tanpa membawa keluarga. Di sepanjang wilayah yang ditakluk kan, mereka menikahi perempuan setempat sebagai cara penyebaran budaya Arab dan juga agama Islam. Meskipun suku Berber menolak dominasi politik Arab, namun mereka dengan cepat me rengkuh agama Islam.
Dengan karakteristik mencintai kebebasan dan taat beragama, orang Berber menjalankan Islam sesuai dengan paham yang mereka yakini, lebih menyukai menganut sekte sempalan dibanding paham Islam seperti yang dibawa orang Arab sebagai bentuk perlawanan dan membedakan diri dari orang Arab.
Salah satunya adalah sekte Kharijit yang muncul di Afrika Utara pada pertengahan abad ke-8 M. Sekte ini meyakini bahwa setiap Muslim bisa menjadi khalifah tanpa memandang ras, kedudukan, atau ada tidaknya keturunan dari Nabi Muhammad. Ini merupakan perlawanan politis atas paham orang Arab saat itu yang memandang kekhalifahan adalah hak dari klan Quraisy.
Paham Kharijit ini terus menggelar perlawanan terhadap kekuasaan Arab dan berperan dalam kekacauan saat Dinasti Umayyah ditumbangkan oleh Dinasti Abbasiyah pada abad ke-8. Gerakan Kharijit sempat mendirikan beberapa kerajaan kecil yang hanya berumur pendek, salah satunya didirikan oleh Bani Khattab di Fezzan.
Dinasti Abbasiyah sendiri pernah menunjuk Ibrahim Ibn Aghlab sebagai pe mimpin daerah otonom di Afrika Utara yang kemudian mendirikan dinasti sendiri di Kairouan yang menguasai Ifriqiya dan Tripolitania.
Pada awal abad ke-9, Dinasti Fatimiyah yang didirikan Sekte Syiah Ismailiyah menginvasi Afrika Utara sampai Kairouan. Namun, kekua saan Syiah di Afrika Utara hanya berumur kurang dari 150 tahun. Kekacauan ekonomi membuat keluarga Zirid selaku klan Berber beraliran Syiah di Tripolitania akhirnya memutuskan untuk kembali memeluk paham Suni.
Dinasti Fatimiyah menghukum Zirid dengan mengirim kelompok badui Arab Bani Hilal dan Bani Salim. Gerombolan yang lebih dikenal dengan nama Hilalian ini menjarah Tripolitania dan Sirenaika dan menyebabkan kehancuran ekonomi. Jumlah orang Hilalian yang digerakkan ke arah barat Mesir diperkirakan mencapai 200 ribu keluarga. Bani Salim berhenti di Libya sementara Bani Hilal ber hasil mencapai pantai Atlantik di Maroko dan menggenapi gerakan Arabisasi dengan menerapkan sistem sosial, nilai, dan bahasa Arab.
Sirenaika merupakan contoh suksesnya Arabisasi sehingga dijuluki paling Arab dibandingkan wilayah lain di Dunia Arab, kecuali di pedalaman Saudi Arabia. Penguasa-penguasa Arab lainnya seperti Almurabitun, Almuwahidun, Portugis, Ottoman, dan Italia tinggal menikmati saja hasil Arabisasi itu.