REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim hukum pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin mengkritik bukti link berita yang dilampirkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut mereka, link berita tidak bisa dijadikan dasar dalam sebuah gugatan.
"Itu (link berita) bisa dijadikan bukti, tapi harus dikuatkan dengan bukti yang lain keterangan saksi-saksi, tapi kalau cuma link berita saja enggak bisa," ujar Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra di Gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (27/5).
Ia menjelaskan, alat bukti dapat berupa keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan pemohon. "Misalnya ada rekaman ya bisa dijadikan bukti, tetapi harus dikuatkan dengan keterangan saksi sebab kalau cuma video saja tak bisa," ujar Yusril.
Maka dari itu, ia mengingatkan BPN untuk menghadirkan saksi di setiap alat buktinya. Khusunya link berita yang jumlahnya cukup banyak.
"Bisa saja kami mengajukan link berita sebagai bukti, tapi harus dikuatkan oleh saksi, harus dikuatkan oleh dokumen lain," ujar Yusril.
Sementara itu, Yusril menjelaskan kedatangan pihaknya ke MK untuk memperlancar proses persidangan. Kedatangan pihaknya pun untuk memastikan kapasitas mereka sebagai pihak terkait dalam sengketa Pilpres 2019.
"Semua dimaksudkan untuk memperlancar persidangan MK dalam sengketa hasil pemilu yang insyaallah akan dimulai pada 14 Juni," ujar Yusril.
Sebelumnya, Tim Hukum Prabowo-Sandi mengajukan gugatan hasil Pilpres 2019 ke MK. Terdapat tujuh tuntutan yang mereka ajukan. Salah satunya, yakni mereka meminta MK untuk menyatakan pasangan rivalnya, Joko Widodo-Ma'ruf Amin didiskualifikasi.
Kemudian, mereka juga meminta MK untuk menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019. Keputusan itu tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden, Anggota DPRD, DPD tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019.