Jumat 31 May 2019 23:19 WIB

Rusia: Kewajiban Turki Hentikan Pertempuran di Idlib

Kantor kepresidenan Turki mengatakan, Erdogan berbicara dengan Putin melalui telepon.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Andri Saubani
Dmitry Peskov
Foto: Reuters
Dmitry Peskov

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia menilai Turki-lah yang harus bertanggung jawab menghentikan pemberontak di Provinsi Idlib, Suriah dari tindakan menargetkan penyerangan warga sipil. Hal ini menyiratkan bahwa Rusia akan mendukung serangan pemerintah Suriah meskipun ada protes Ankara.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa Turki berharap gencatan senjata di Idlib untuk mencegah lebih banyak kematian warga sipil dan meminimalkan masuknya pengungsi ke Turki. Kantor kepresidenan Turki mengatakan, Erdogan berbicara dengan Putin melalui telepon, mengatakan bahwa Suriah membutuhkan solusi politik.

Erdogan telah berulang kali mengeluh kepada Moskow soal serangan pemerintah Suriah yang didukung Rusia di barat laut yang dikuasai pemberontak. Hal itu merupakan eskalasi perang paling serius antara Presiden Suriah Bashar al-Assad dan musuh-musuhnya sejak musim panas lalu.

Pertempuran tersebut telah menewaskan sekitar 250 ribu orang di  benteng pemberontak terakhir dan berbatasan dengan Turki. Namun, Kremlin menjelaskan pada Jumat (31/5), bahwa untuk saat ini tidak tergerak oleh seruan Erdogan soal gencatan senjata. Rusia mengatakan, para pemberontak lah adalah orang-orang yang harus menerapkan gencatan senjata pada kejadian pertama.

"Kami benar-benar membutuhkan gencatan senjata di Idlib dan apa yang perlu dicapai adalah agar para teroris berhenti menembaki sasaran sipil dan pada fasilitas tertentu di mana pasukan kami berada," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov kepada wartawan ketika ditanya tentang permintaan Erdogan untuk gencatan senjata.

"Ini adalah tanggung jawab pihak Turki," tambahnya. Rusia juga mengeluhkan serangan roket dan pesawat tak berawak terhadap pangkalan udara Hmeymim yang diluncurkan dari Idlib. Menurut Peskov serangan itu sangat berbahaya.

Meski ia tidak menyebutkan gagasan bahwa pasukan pemerintah Suriah, yang didukung oleh kekuatan udara Rusia, harus berhenti berperang, namun, ia membantah Moskow dan Ankara tidak menyetujui Idlib. Nasib provinsi ini telah membuat tegang hubungan antara Rusia dan Turki, yang ingin mempertahankan tingkat pengaruh mengingat kedekatan geografisnya.

Moskow, salah satu sekutu setia pemerintah Suriah, dan Turki memperantarai kesepakatan pada September untuk menciptakan zona demiliterisasi di Idlib yang akan bebas dari semua senjata berat dan pejuang jihadis. Namun Moskow, yang ingin membantu Assad merebut kembali wilayahnya, sejak itu mengeluhkan meningkatnya kekerasan di daerah Idlib. Rusia mengatakan, bahwa gerilyawan yang dulunya anggota kelompok Front Nusra mengendalikan sebagian besar wilayah itu.

Rusia menyalahkan Turki karena tidak melakukan cukup banyak langkah untuk menahan sisi tawar-menawarnya. Sementara Ankara, yang khawatir tentang para pengungsi yang menyeberang dari Idlib ke Turki, telah berulang kali mendesak pengekangan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement