Sabtu 01 Jun 2019 02:30 WIB

Pelaku Bom di Lyon Akui Setia pada ISIS

Jaksa Heitz ungkap pelaku bom di Lyon berjanji setia pada ISIS

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Christiyaningsih
Tentara antiteroris Prancis mengamankan lokasi serangan bom di Lyon, Jumat (24/5).
Foto: AP Photo/Sebastien Erome
Tentara antiteroris Prancis mengamankan lokasi serangan bom di Lyon, Jumat (24/5).

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Tersangka utama dalam pemboman pekan lalu di kota Lyon, Prancis yang melukai 14 orang telah berjanji setia kepada kelompok ISIS. Jaksa penentang terorisme Prancis, Remy Heitz, mengatakan itu dalam sebuah pernyataan pada Jumat (31/5).

Heitz menyatakan bahwa pelaku berusia 24 tahun itu mengaku membuat bom dan menyetorkan perangkat di depan sebuah toko roti. Dia akan dibawa ke hadapan hakim investigasi.

Baca Juga

Tersangka, yang diidentifikasi hanya sebagai Mohamed Hichem M., ditangkap pada Senin. Dia tiba di Prancis dengan visa turis pada Agustus 2017 tetapi gagal pergi lagi.

Polisi tidak mengungkapkan kewarganegaraannya, tetapi beberapa media Prancis melaporkan bahwa dia adalah orang Aljazair. Dia tidak tercatat oleh polisi sebelum kejadian.

Dia diserahkan dakwaan awal Jumat (31/5) atas percobaan pembunuhan, konspirasi teroris kriminal dan manufaktur, memiliki dan membawa alat peledak dalam kaitannya dengan pelaku teroris, seperti dilansir AP News. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut ledakan itu sebagai serangan tetapi belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas ledakan itu.

Pekan lalu, Jaksa Heitz menggambarkan video pengawasan yang menunjukkan seorang pria menuju pusat kota Lyon dengan sepeda. Dia terlihat tiba dengan berjalan kaki, mendorong sepedanya di sepanjang jalan khusus pejalan kaki, lalu meninggalkan kantong kertas di atas balok beton di tengah jalan.

Tersangka segera kembali ke sepedanya dan pergi dengan cara yang sama. Satu menit kemudian, ledakan itu menghancurkan gelas kulkas di toko roti.

"Tersangka pada awalnya menyangkal keterlibatannya, kemudian mengakui berjanji setia kepada ISIS jauh di dalam (hati) dan menjatuhkan alat peledak yang telah disiapkan sebelumnya," kata Heitz.

Analisis data komputer yang digunakan oleh tersangka hingga akhir tahun lalu juga membantu penyelidik menetapkan bahwa ia memiliki minat terhadap tesis jihad dan kegiatan ISIS.

Penyelidikan polisi juga menetapkan bahwa tersangka telah memesan secara daring sebungkus 20 baterai untuk memicu perangkat dari jarak jauh. "Beberapa jejak yang ditemukan pada bukti yang ditemukan di tempat kejadian juga cocok dengan profil genetik tersangka," kata Heitz.

Tersangka ditangkap bersama dengan orang tua dan saudara lelakinya, tetapi mereka dibebaskan pada Kamis tanpa tuduhan. Prancis telah dilanda serentetan serangan dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa di antaranya mematikan dan dilakukan oleh orang-orang mulai dari penyerang ekstremis hingga individu yang tidak stabil secara mental.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement