REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi penyakit kanker di Indonesia menyentuh angka 1,4 persen. Dalam lima tahun terakhir, yakni pada 2018, prevalensi tersebut meningkat menjadi 1,8 persen.
Menurut Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, penyakit kanker bagaikan bom waktu yang mengerikan. Sebab, generasi Indonesia tidak luput dari bahayanya.
Lebih lanjut, YLKI mendesak pemerintah untuk kian berfokus dalam menekan tumbuh kembangnya penyakit tidak menular. Terbukti, penyakit semacam kanker menjadi benalu yang paling dominan bagi keadaan finansial BPJS Kesehatan.
Selain itu, Tulus mengatakan, masih ada masalah serius terkait perilaku hidup sehat masyarakat. Di sisi lain, arah kebijakan kesehatan belum begitu menyentuh hulu persoalan.
Jika arah kebijakan itu benar, seharusnya prevalensi penyakit menular akan turun, bukan malah naik. “Jika kebijakan pemerintah tidak mendukung untuk menekan wabah penyakit tidak menular, maka prevalensi penyakit tidak menular seperti kanker, hanyalah bom waktu saja. Bom waktu bagi generasi emas yang digadang gadang oleh pemerintah, dan kita semua,” tutur Tulus Abadi dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (2/6).
YLKI juga menyoroti wafatnya Ibu Ani Yudhoyono karena serangan kanker darah dan kepergian Ustaz Arifin Ilham beberapa waktu lalu yang telah mengharu biru bangsa Indonesia. Menurut YLKI, kejadian tersebut merupakan bukti yang nyata betapa ganasnya penyakit kanker.