REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperketat sanksinya terhadap perusahaan minyak nasional Venezuela, PDVSA. Langkah tersebut bertujuan meningkatkan tekanan terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
Departemen Keuangan AS mengumumkan bahwa pihak yang mengekspor atau memasok pengencer minyak untuk PDVSA akan dikenai sanksi. PDVSA memang telah lama bergantung pada impor pengencer dari AS. Pengencer itu dibutuhkan agar minyak mentah milik PDVSA yang berat dapat diolah dan menjadi layak ekspor.
"Perubahan bahasa menempatkan perusahaan internasional dalam pemberitahuan bahwa setiap keterlibatan berkelanjutan atau transaksi yang mereka miliki dengan pengencer penjualan PDVSA berisiko, atau dikenai sanksi potensial di masa depan," ujar seorang pejabat senior AS.
Pejabat tersebut menolak berkomentar tentang perusahaan asing yang terus memasok Venezuela. Namun dia mengatakan Pemerintah AS berencana mengambil tindakan ekonomi lebih lanjut dalam beberapa pekan mendatang.
Pada Januari lalu, AS telah memberlakukan sanksi terhadap PDVSA, yakni berupa pemblokiran aset senilai miliaran dolar AS. Warga AS pun dilarang menjalin bisnis dengan Venezuela.
Sanksi itu berdampak signifikan. Pada Mei lalu, ekspor minyak Venezuela turun sebesar 17 persen. Hal itu cukup wajar mengingat 41 persen minyak Venezuela dikirim ke AS.
Dalam hal politik, AS diketahui telah mendukung dan mengakui Juan Guaido sebagai presiden sementara Venezuela. Guaido merupakan pemimpin oposisi di negara tersebut.
Saat ini negara-negara Eropa seperti Prancis, Spanyol, Jerman, Inggris, Portugal, Swedia, Denmark, Austria, Albania, dan Belanda, juga telah mengakui kepemimpinan Guaido. Pengakuan terhadap Guaido diberikan karena Maduro mengabaikan seruan Uni Eropa untuk segera menyelenggarakan pemilu guna menunstaskan krisis politik di negara tersebut.
Kendati mendapatkan banyak tekanan, hingga kini Maduro masih memegang kontrol atas pemerintahan, termasuk militer. Dia memperoleh dukungan dari Rusia, Cina, Kuba, dan Turki.