REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Informasi kenaikan harga bawang putih impor asal China dikhawatirkan akan membuat Indonesia menjadi ketergantungan. Sebab, sebesar 99 persen impor bawang putih Indonesia berasal dari China.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, dengan banyaknya porsi impor bawang putih dari negeri tirai bambu tersebut, hal ini dapat memudahkan China maupun importir untuk menaikkan harga bawang putih. Terlebih, kata dia, belum ada negara lain yang menjadi negara impor potensial sebagai produsen bawang putih global.
“Negara lain belum ada yang potensial,” kata Nailul saat dihubungi Republika, Senin (10/6).
Dia menjelaskan, China merupakan negara produsen bawang putih yang menghasilkan kurang lebih 22 juta ton per tahunnya. Sedangkan negara produsen kedua dunia, India, hanya dapat memproduksi bawang putih sebesar 1,4 juta ton per tahun.
Disparitas produksi tersebut membuat alternatif pemilihan negara impor lainnya hampir tidak mungkin. Meski begitu dia menilai, India bisa saja menjadi negara alternatif lainnya namun tidak dapat secara menyeluruh menggantikan China.
Dia menambahkan, jikalau importir menaikkan harga bawang putih secara langsung hal itu akan mengerek inflasi. Sebab, permintaan bawang putih dalam negeri sendiri terbukti tumbuh akibat adanya momentum Hari Raya.
Sebelumnya diketahui, importir bawang putih Haryanto mengatakan bahwa ada kemungkinan kenaikan harga bawang putih dari 1.050 dolar AS menjadi 1.250 dolar AS per ton. Kenaikan tersebut dipicu oleh perbedaan produksi antara panen lama dengan panen baru yang sedang berlangsung di China pada Juni ini.
Menurut Nailul, kenaikan harga yang hampir 20 persen tersebut tidak masuk akal terlebih China tengah memasuki masa panen. Dia mengimbau pemerintah untuk dapat menjaga stabilitas harga dan pasokan bawang putih agar tidak memicu inflasi.