REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Shalahuddin al-Ayyubi tidak melakukan pembantaian, seperti ketika tentara Salib menduduki kota itu pada 1099. Tak ada balas dendam atau pembantaian. Karen Amstrong mencatat, "Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Shalahuddin menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan akibat keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah. Dan ia pun membebaskan banyak dari mereka, sesuai imbauan Alquran."
Sejumlah penduduk Yerusalem pun tak kuasa menahan syahadat setelah melihat kebaikan Shalahuddin. Inilah yang disadari Shalahuddin. Penaklukan tidak sekadar penguasaan suatu wilayah. Setiap ekspedisi atau perang yang dilakukan kaum Muslim pada hakikatnya pembebasan suatu kaum dari tindak jahiliyah menuju ketauhidan. Manifestasi cinta untuk menyelamatkan kemanusiaan dari tangan orang-orang yang salah.
Pada 1099, Yerussalem bermandikan darah dan air mata kaum Muslim. Akan tetapi, kisah pembebasan Yerussalem oleh pasukan Shalahuddin tidak diiringi pembantaian, sebagaimana kelakukan tentara Salib. Kaum Kristen yang memilih berlindung Yerusalem mendapat jaminan dari Sultan Shalahuddin. Tidak ada pengislaman paksa, tak ada balas dendam, tak ada pembantaian.
Kekhawatiran tentu sempat menyelubungi kaum Kristen di Yerusalem. Terbayang cerita pembantaian yang mungkin akan kembali menimpa mereka. Akan tetapi, sebagaimana digambarkan sutradara Ridley Scott dalam Kingdom of Heaven, Shalahuddin bertindak layaknya pembebas sejati. Ia membawakan perdamaian bagi kaum Kristen yang berkumpul ketakutan di Yerusalem.
Hanya tentara Salib yang diharuskan meninggalkan kota dengan membayar sejumlah denda. Itu pun nyatanya Shalahuddin sering tak tega melihat penderitaan para janda dan anak-anak dari tawanan perang. Ia mengizinkan para tawanan meninggalkan negeri bersama anak istrinya.
"Para prajurit itu adalah tumpuan hidup kami. Bila kami kehilangan mereka, akan hilang pulalah harapan kami. Bilamana Tuan serahkan mereka kepada kami, mereka akan dapat meringankan penderitaan kami. Kami akan memiliki sandaran hidup," pinta para janda kepadanya.
Segera setelah proses penyerahan kota usai, Shalahuddin Al Ayyubi menurunkan salib dari kubah Ash Shakhrah. Ia membersihkan Baitul Maqdis dari patung-patung dan tanda salib kaum kafir. Jumat, 12 Oktober 1187 menjadi hari bersejarah bagi Kota Yerusalem. Pada hari itu pula,untuk kali pertama kumandang azan shalat Jumat kembali membelah langit Yerusalem.
Kemuliaan, akhlak Shalahuddin tidak hanya ditunjukkan kepada penduduk Yerusalem yang dia taklukkan. Ia juga menampakkan kemuliaan saat berhadapan dengan lawan. Kebaikan Shalahuddin terhadap Raja Richard dari Inggris telah menjadi legenda. Alih-alih memanfaatkan keadaan untuk membunuh lawannya yang tengah sakit, Shalahuddin memilih bersikap ksatria. Ia mengirimkan buah segar dan obat kepada Raja Richard.
Kisah ini dicatat dengan baik oleh para sejarawan Barat. Mereka memuji kepahlawanan, keberanian, sekaligus kasih sayang dan persaudaraan Shalahuddin. Karen Amstrong mencatat, "Jumlah tebusan pun sengaja sangat rendah. Shalahuddin menangis karena keadaan mengenaskan akibat keluarga-keluarga yang hancur terpecah belah. Ia membebaskan banyak dari mereka, sesuai imbauan Alquran." Tuturan itu diamini oleh Philip K Hitti dan sejarawan Barat yang lain.