Jumat 14 Jun 2019 13:08 WIB

BW: Ajakan Berbaju Putih Langgar Asas Pemilu

Ajakan berbaju putih menimbulkan pembelahan dan langgar asas rahasia dalam Pilpres

Kuasa Hukum Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 selaku pemohon Bambang Widjojanto saat menghadiri sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kuasa Hukum Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 selaku pemohon Bambang Widjojanto saat menghadiri sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW), dalam sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk Pemilihan Presiden 2019 menilai ajakan calon presiden pejawat Joko Widodo memakai baju putih saat pencoblosan 17 April 2019 melanggar asas Pemilu yang bebas dan rahasia.

BW saat membacakan permohonannya di depan majelis hakim Mahkamah Konstitusi mengungkapkan bahwa beberapa saat sebelum hari pencoblosan, pasangan calon nomor 01 Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin terus gencar dan secara terus menerus berkampanye agar pendukungnya menggunakan baju putih dan bahkan menuliskan pesan untuk ramai-ramai untuk memakai baju putih saat datang ke TPS pada 17 April 2019.

"Ajakan dari kontestan pemilu yang demikian, bukan hanya menimbulkan pembelahan terhadap pendukung, tapi nyata-nyata telah melanggar asas rahasia dalam Pilpres," kata BW saat sidang di MK Jakarta, Jumat.

Menurut dia, seharusnya capres 01 yang juga calon presiden pejawat paham betul dalam memilih di pemilu dilindungi asas kerahasian, sehingga intruksi memakai baju putih di TPS pada 17 April 2019 jelas melanggar asas rahasia yang ditegaskan dalam pasal 22E ayat 1 UUD 1945.

Bukan hanya melanggar asas pemilu yang rahasia, kata BW, ajakan memakai baju putih itu adalah pelanggaran serius atas asas pemiilu yang bebas karena bisa menimbulkan tekanan psikologis bagi pemilih yang tidak memilih 01.

"Meskipun baru berupa ajakan yang dilakukan oleh calon presiden petahana maka ajakan demikian tentunya mempunyai pengaruh psikologis dan intimidatif yang menganggu kebebasan rakyat dalam pilpres 2019, karenanya melanggar asas pemilu yang bebas," katanya.

Mantan pimpinan KPK ini menyebut pelanggaran-pelanggaran pemilu yang bebas tersebut bersifat terstruktur karena dilakukan langsung oleh capres 01 yang juga calon presiden petahana sebagai pemegang struktur tertinggi dalam pemerintahan negara Indonesia.

Selain itu juga bersifat sistematis karena matang direncanakan di setiap TPS dan bersifat masif dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement