Jumat 21 Jun 2019 04:37 WIB

Iklim Menjadi Catatan Khusus di KTT Uni Eropa

Dorongan dari mayoritas negara Eropa semakin dalam untuk mendukung aksi netral karbon

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Gita Amanda
Suhu bumi makin memanas akibat perubahan iklim.
Foto: republika
Suhu bumi makin memanas akibat perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Prancis dan Jerman sedang menekankan kepada 28 negara anggota Uni Eropa (UE) lainnya untuk memantapkan dan memberikan contoh tujuan iklim baru pada perundingan mengenai Iklim di UN Climate Talks September 2019 mendatang, yang mana sebelumnya telah diabaikan oleh Presiden AS, Donald Trump. Dorongan dari mayoritas negara Eropa pun semakin dalam untuk mendukung aksi netral karbon pada 2050 itu, yang merupakan tindak lanjutan dari penolakan Polandia, Ceko, Estonia dan Hongaria.

Dalam prosesnya, upaya persuasi untuk membulatkan keputusan itu mendapat kendala dari negara-negara tersebut, di mana notabene masih mengandalkan tenaga nuklir dan batu bara untuk perekonomiannya. Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Mei telah mendorong Uni Eropa untuk lebih banyak mengurangi pemanasannya pada tahun 2050.

Sekertaris Jenderal PBB, Antonio Guterres juga telah meminta negara-negara untuk mengurangi 55 persen efek rumah kacanya pada tahun 2030, jauh lebih banyak daripada tujuan lainnya yang ada dalam mengurangi gas rumah kaca sebesar 40% dari level 1990. Menanggapi hal tersebut, Penasihat kebijakan iklim Greenpeace UE, Sebastian Mang, mengatakan, untuk mencapai emisi yang bebas polusi, Uni Eropa perlu menginvestasikan dana tambahan sekitar 175 hingga 290 miliar euro (198-327 miliar dolar AS) per tahun dalam pengembangan teknologi energi bersih.

“Ketika orang-orang turun ke jalan dan meminta realisasi, dari situ pemerintah juga mempunyai kesempatan untuk memimpin dari depan, tapi kenyataanya mereka gagal,” ujar Sebastian, dilansir dari Reuters, Kamis (20/6).

Sebelumnya, menjelang KTT perubahan iklim itu, para pegiat Greenpeace telah merancang gambar bumi sebagai bom yang siap meledak, hal itu merupakan peringatan bagi negara-negara, bahwa waktu sudah habis bagi bumi untuk menahan efek dari perubahan iklim.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement