Jumat 21 Jun 2019 12:09 WIB

PBNU: Kebijakan Zonasi tak akan Banyak Bantu Tingkatkan Mutu

PBNU memandang kondisi guru saat ini terlanjur sudah di bawah standar mutu.

Seorang siswi sekolah dasar membaca buku komik tentang kebencanaan pada peluncurannya di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (19/6/2019).
Foto: Antara/Basri Marzuki
Seorang siswi sekolah dasar membaca buku komik tentang kebencanaan pada peluncurannya di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (19/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wasekjen PBNU Bidang Pendidikan Masduki Baidlowi mengatakan masalah utama dari sistem zonasi adalah kondisi guru yang saat ini sudah terlanjur berada di bawah standar mutu. Sebab, jika ibaratnya standar-standar nasional yang lain kurang memadai, tetapi gurunya bermutu, maka sekolahan dan sistem pembelajarannya akan berjalan dengan baik.

"Kondisi ini (guru di bawah standar mutu) cukup mewabah secara nasional. Sehingga kebijakan zonasi ini tidak akan banyak membantu meningkatkan mutu pendidikan nasional," kata Masduki, melalui keterangan yang diterima Republika.co.id, Jumat (21/6).

Ia menuturkan, kebijakan zonasi terutama ditujukan agar membagi guru-guru yang bagus mutunya untuk dipindah ke daerah-daerah yang mutu pendidikannya masih rendah. Pasalnya, masalah kesenjangan mutu pendidikan sulit diatasi lantaran guru-guru yang bagus banyak menumpuk di satu tempat atau satu sekolah. Sehingga, timbul istilah sekolah favorit terutama ini terjadi di kota-kota, kabupaten atau pun di kota-kota besar lainnya.

Sementara para guru di sekolah-sekolah pedalaman banyak yang bermasalah dengan cara mengajar mereka atau dikatakan tidak bermutu. Hal ini menurut Masduki menimbulkan istilah schooling without learning (bersekolah tapi tidak belajar), yang dialami atau terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kondisi demikian karena banyak guru yang tidak memenuhi standar mutu belajar seperti yang diinginkan oleh standar pendidikan nasional.

"Banyak anak-anak berangkat dari rumahnya ke sekolah dengan niat belajar, tetapi sampai di sekolah mereka tidak diajar dengan baik dan benar karena mutu gurunya jauh di bawah standar. Maka, timbullah istilah schooling without learning tadi," ujarnya.

Dengan demikian, Masduki menyebut bahwa kebijakan zonasi tidak akan banyak membantu meningkatkan mutu pendidikan nasional lantaran guru yang bermutu tidak seimbang dengan banyak murid yang hendak belajar di kelas. Ia menyebut banyaknya lembaga-lembaga bimbingan belajar menandakan minimnya guru yang mengajar dengan baik, sekaligus menandakan betapa banyak murid belajar tetapi tidak mengerti terhadap apa yang diajarkan guru pada murid.

Sementara itu, Masduki mengatakan kebijakan sertifikasi guru semula direncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Akan tetapi, rupanya gagal total karena para guru yang sudah lolos sertifikasi tidak pernah dievaluasi dan tidak pernah diberikan tantangan untuk meningkatkan prestasi. Di sisi lain, kata dia, negara juga tidak menyiapkan sistem evaluasinya. Sehingga, sertifikasi guru bisa dikatakan gagal total jika dilihat dari segi tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Bahkan, ia menilai kebijakan sertifikasi hanya merangsang para guru berebut untuk mengikuti proses sertifikasi dengan berbagai cara. Termasuk, menghalalkan segala cara demi menyejahterakan dirinya karena honor sertifikasi itu sangat menjanjikan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement