REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK Hendardi menyebut tes radikalisme untuk capim KPK merupakan kebutuhan menjawab dinamika nasional. Pansel melihat perlu unsur-unsur yang juga perlu dihindari oleh para capim, terutama ideologi selain Pancasila.
Menurut Hendardi karena pentingnya lembaga KPK, seleksi capim kali ini dilakukan lebih ketat dibandingkan empat tahun lalu. Karena itu pada seleksi kali ini, pansel capim KPK sepakat melibatkan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Tujuannya adalah untuk menangkal kemungkinan unsur merusak dan mengintervensi KPK dari ideologi yang tidak sesuai.
"Untuk radikalisme ini memang tidak mudah. Tapi kalau kami mendapatkan peta radikal dari BNPT itu sangat membantu kami. Kedua pansel capim KPK juga akan melakukan profile assessment dan psikotest. Ada tekniknya untuk melihat atau mencium indikasi-indikasi radikal itu," jelas Hendardi kepada wartawan, Jumat (21/6).
Profil capim yang dianggap meragukan oleh pansel akan segera dicek ke BNPT. Akan tetapi psikotes soal radikalisme tetap dilakukan oleh pansel capim KPK. Peran BNPT lebih pada untuk mengecek dan membantu apakah profil capim terkait jaringan yang terpapar paham radikal atau tidak.
"Yang kita lakukan menghindari intervensi-intervensi yang merusak KPK, termasuk intervensi ideologis yang tidak sesuai ideologi negara Pancasila," papar Hendardi.
Walaupun tidak ada kaitan langsung antara radikalisme dengan pemberantasan korupsi, namun ia menegaskan tanggung jawab pansel adalah mencari sosok yang ideal sebagai pimpinan KPK. Seleksi ketat capim itu bukan hanya soal radikalisme tetapi juga keterkaitan capim dengan narkoba yang bekerja sama dengan BNN.
"Kita ingin pemimpin KPK yang baik, kuat, yang bersih, berintegritas, dan tidak gampang diintervensi oleh pihak manapun atau kepentingan apapun. Termasuk kepentingan ideologi yang sifatnya merusak," tegasnya.
Hendardi juga mengerti penyebutan radikalisme memang sensitif. Karena itu, pansel capim KPK juga tidak akan kaku terkait berbagai pemaknaan yang bisa jadi disalahartikan. Misalnya kalau ada capim KPK yang taat beragama, bukan berarti ketaatan dikaitkan atau dicitrakan sebagai radikalisme.
"Kita tidak kaku semacam itu karena syarat utama capim KPK punya integritas. Sedangkan syarat-syarat lain itu tambahan melihat kebutuhan dinamika hukum, sosial, dan politik yang berkembang saat ini," jelasnya.