REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan langit kelabu Jakarta dalam beberapa hari terakhir menandakan kualitas udara yang sangat tidak sehat. Bahkan, langit Jakarta sudah tampak kelabu sejak musim mudik Lebaran lalu.
"Seminggu belakangan ini warna langit kelabu relatif permanen. Kualitas udara sangat tidak sehat bagi warga Jakarta dan siapa pun yang sedang berada di Jakarta," kata Ahmad dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (28/6).
Dia mengatakan langit Jakarta pada hari-hari libur Lebaran tahun ini juga kelabu, tidak seperti pada Lebaran tahun lalu. Tahun lalu, langit Jakarta tampak biru bersamaan dengan penurunan penggunaan kendaraan bermotor.
Ahmad mengatakan hasil pemantauan kualitas udara yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta sepanjang 2012--2017 dan data Kedutaan Besar Amerika Serikat periode 2016--2017 menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir pencemaran udara di Jakarta tergolong tinggi dengan parameter dominan PM2,5, PM10, dan SO2. Indeks Kualitas Udara pada 2018 menunjukkan kualitas udara Jakarta termasuk berkategori baik hanya selama 20 hari dalam kurun 1 Januari-18 Agustus 2018.
Ahmad mengatakan sumber pencemaran udara terbesar terbesar dari kendaraan bermotor (47 persen) disusul industri (22 persen), debu jalanan (11 persen), domestik (11 persen), pembakaran sampah (lima persen) dan proses konstruksi (empat persen). Ia mendesak pihak-pihak terkait segera meningkatkan upaya untuk mengendalikan pencemaran udara.
"Harus segera dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara agar tidak berlanjut malapetaka pencemaran udara Jakarta ini," kata dia.
Tanpa peningkatan upaya pengendalian, polusi udara di Ibu Kota bisa makin parah dan berdampak buruk terhadap kesehatan warganya. Udara yang sangat tidak sehat, Ahmad menjelaskan, dapat memicu penyakit seperti gangguan pernapasan, iritasi mata dan kulit, alergi, pneumonia, asma, bronchopneumonia, jantung koroner, kanker, masalah fungsi ginjal, sampai kematian dini.