Sabtu 29 Jun 2019 17:17 WIB

Menjaga Iman Sesudah Ramadhan

Jalan menurun ini tergantung pada masing-masing individu, perlahan atau terjun bebas.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Ramadhan
Foto: IST
Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID,   JAKARTA -- Bulan suci Ramadhan sudah berlalu. Semua Muslim pun berharap dapat bertemu dengan Ramadhan berikutnya. Ramadhan 1440 H di harapkan bukan bulan suci terakhir yang bisa ditemui.

Ustaz Abu Ihsan al-Maidany menyebut, pada bulan Syawal ini ada satu ibadah yang bisa dilakukan, yakni puasa enam hari. Puasa ini merupakan puasa sunnah yang bila dilakukan pahalanya seolah-olah puasa setahun penuh.

Nabi Muhammad SAW dalam HR Muslim pernah bersabda, "Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian ia ikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Sya wal, ia akan mendapat pahala seperti puasa setahun penuh."

"Sekarang sudah di akhir Syawal, ada puasa sunnah enam hari. Mudah-mudahan sudah dijalankan, bagi yang belum atau sedang puasa, masih ada waktu," ujar Ustaz Abu Ihsan dalam kajiannya di Masjid Nurullah Kalibata City, Jakarta, belum lama ini.

Ustaz Abu Ihsan juga menyebut, berakhirnya bulan Ramadhan sepatutnya membawa kesedihan di hati setiap Muslim. Ini karena bulan Ramadhan mempunyai berbagai keistimewaan yang tidak didapat pada bulan-bulan lainnya.

Hal istimewa pertama dari bulan suci ini adalah adanya satu malam yang lebih istimewa dari 1.000 bulan yang dikenal dengan lailatul qadr. Banyak umat di minggu terakhir Ramadhan berlomba-lomba untuk mendapatkan keistimewaan ini. Ustaz Abu Ihsan pun mendoakan agar setiap umat menjadi orang yang beruntung dan mendapatkan keistimewaan itu.

Hal kedua yang membuat bulan Ramadhan istimewa adalah rasa kosong di hati setiap umat ketika ia berakhir. Hal ini jelas tidak akan dirasakan pada bulanbulan lainnya. Beriringan dengan rasa kosong itu, keimanan seseorang secara tidak sadar juga ikut menurun. Turunnya iman seorang umat pasca-Ramadhan disebut Ustaz Abu Ihsan sebagai suatu fenomena yang umum dan dike nal dengan nama syawal sindrom. "Ini (turunnya iman seseorang) adalah sesuatu yang pasti terjadi. Tidak mungkin pada bu lan-bulan lain iman kita bisa setinggi saat bulan Ramadhan," ujar dia.

Bulan Ramadhan menjadi isti ewa karena Allah SWT membelenggu setan-setan yang ada dan Allah meminta malaikatnya menyerukan, "Wahai pencari kebaikan datanglah! Wahai pencari keburukan, berhentilah!" Allah menjauhkan umatnya dari perbuatan dosa dan maksiat.

Dengan segala kemudahan yang diberikan Allah di bulan suci ini, setiap hamba bisa secara penuh dan awas menjadi orang yang saleh. Setiap orang berusaha menunjukkan sisi positifnya. Se cara sadar, setiap umat menja lankan shalat malam 11 rakaat, shalat tarawih. Amalan-amalan ini akan jarang ditemukan di bu lan-bulan lainnya.

Ustaz Abu Ihsan menyebut, shalat malam merupakan contoh nyata perbedaan saat Ramadhan dan di luar Ramadhan. Hanya orang-orang dengan keimanan dan niat yang tinggi yang bisa menjaga ibadah sunah ini. Shalat malam 1 rakaat sebelum tidur dan sambil duduk, disebut Ustaz Abu Ihsan merupakan shalat ma lam yang paling mudah. Namun, meski sudah diberi keringanan, belum tentu hal ini dilakukan.

Ia pun mencontohkan iman seseorang seperti jalanan menuju puncak. Puncak dari iman seseorang ada pada bulan Ramadhan. Setelah melewati puncak, yang dihadapi adalah jalanan menurun. Namun, turunan ini tergantung pada masing-masing individu, apakah perlahan-lahan atau terjun bebas.

Ustaz Abu Ihsan menyebut, sindrom syawal ini bisa terjadi karena liburan yang dilakukan menjelang Idul Fitri dan beberapa hari setelahnya. Ia mengingat kan umat agar berhati-hati saat liburan karena takut berakibat futur.

Dia menjelaskan, masyarakat Indonesia, memang suka dengan liburan. Saking sukanya, muncul istilah hari kejepit bila ada satu hari masuk di antara dua hari libur. Namun, perlu diingat libur bisa memunculkan rasa malas dan menurunkan kinerja manusia, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.

Saat liburan, orang-orang cenderung melupakan dan me ning galkan aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari. Jika hal ini dilakukan dalam durasi waktu yang lama, bisa mengakibatkan lupa dan malas untuk memulainya kembali.

Nabi pernah mengecam dan berpesan, "Ya Abdullah, ja nganlah engkau seperti si fulan, dahulu ia shalat malam lalu ia tidak mengerjakannya lagi." Dalam Islam, tidak ada istilah libur untuk urusan akhirat. Allah bersabda, "Jika kamu sudah se lesai dengan satu amal saleh, ca rilah amal shaleh yang lain."

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan shahib Alquran seperti pemilik unta yang bertali kekang. Ji ka ia terus-menerus menjaganya, (tali) atasnya (onta) ia menahannya dan jika ia melepasnya (tali) maka ia (unta) pergi."

"Semangat Ramadhan harus tetap dibawa pada bulan-bulan berikutnya meskipun tidak sera jin saat bulan Ramadhan. Kalau pun ada penurunan, jangan sam pai terjun bebas. Jangan tinggal kan amal saleh 100 persen," ujar Ustaz Abu Ihsan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement