REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Robikin Emhas merasa prihatin terhadap Baiq Nuril pascaputusan Mahkamah Agung (MA). Putusan tersebut menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Baiq Nuril.
"Tanpa bermaksud mengomentari putusan lembaga peradilan, saya prihatin dan turut sedih terhadap yang menimpa Baiq Nuril," ujar Robikin sebagaimana dikutip dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (5/7).
Robikin mengatakan pihaknya semula mengapresiasi pengadilan yang memutus bebas Baiq Nuril. "Namun jaksa tidak terima dan menggunakan upaya hukum hingga pada akhirnya Baiq Nuril mengalami nasib seperti saat ini," ujar Robikin.
Robikin menjelaskan dalam sistem peradilan pidana, jaksa selaku penuntut umum merupakan representasi negara yang mewakili kepentingan umum. Untuk itu, menerima atau menolak putusan dan menggunakan upaya hukum adalah hak penuntut umum.
"Namun suara publik justru menempatkan Baiq Nuril sebagai korban, bukan pelaku pidana atau membela diri dengan cara yang salah," katanya.
Robikin berharap penegakan hukum dapat merasakan keadilan yang hidup dan berkembang di masyarakat (living law). Untuk itu, elemen ini menjadi elemen yang penting dalam proses penegakan hukum pidana.
Peristiwa Baiq Nuril ini dikatakan Robikin dapat menjadi pembelajaran dalam upaya mewujudkan daulat hukum harus terus menurus dilakukan. "Agar hukum tidak terkesan tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Agar keadilan tidak dianggap sebagai komoditas yang hanya sanggup diakses kalangan terbatas," pungkas Robikin