Ahad 07 Jul 2019 01:26 WIB

Pakar: Jokowi Butuh Menteri yang Punya Terobosan Ekonomi

Pemerintah harus melihat sektor mana yang mampu mengakselerasi perekonomian.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( Indef) Enny Sri Hartati menilai, Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) memerlukan menteri yang mampu mengambil terobosan kebijakan ekonomi untuk mengakselerasi ekonomi.

Menurut Enny, Indonesia saat ini bertekad untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, setidaknya lebih dari lima persen. Maka itu, pemerintah harus benar-benar memahami sektor yang mampu mengakselerasi perekonomian. Salah satunya, kata dia, adalah sektor pertanian.

Baca Juga

"Kita butuh menteri dengan terobosan kebijakan di mana pertanian menjadi ujung tombak dari pembangunan ekonomi kita dari sisi hulu," kata Enny dalam sebuah diskusi yang digelar di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/7).

Enny menilai, menteri yang dipilih Jokowi nantinya tidak boleh hanya berhenti untuk peningkatan produktivitas di hulu. Tetapi, juga harus mampu melakukan hilirisasi, dengan bentuk agroindustri, industri pedesaan dan bentuk lainnya.

Enny melanjutkan, agar sektor ini memberikan nilai tambah, maka harus ada investasi. Menteri terpilih juga harus mampu mengembangkan investasi di sektor pertanian dan juga sektor manufaktur.

Sektor manufaktur kata Enn,  paling besar menciptakan lapangan kerja.  "Sehingga kalau kita mampu meningkatkan produktivitas di sektor hulu yang mampu membackup proses nilai tambah dengan industri, kita hubungkan," ujar dia.

Terkait kandidat menteri, Enny pun mengesampingkan asal muasal menteri yang akan dipilih nanti, baik dari parpol maupun organisasi lain. Enny menolak dikotomi profesional dan politikus. Ia menekankan, semua menteri terpilih harus profesional, dan professional juga bukan berarti selalu dari luar unsur parpol.

"Profesional itu memenuhi syarat-syarat kompetensinya, bukan apakah mereka berasal dari parpol atau nonparpol, jadi dikotomi parpol nonparpol itu untuk memenuhi syarat profesional tidak penting," ujar Enny menegaskan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement