Senin 08 Jul 2019 20:38 WIB

KY Jatuhkan Sanksi Berat Terhadap Tiga Hakim

Sepanjang Januari-Juni 2019, digelar sidang majelis kehormatan hakim (MKH).

Red: Andri Saubani
Sejumlah jurnalis menghadiri pemaparan tentang laporan masyarakat pada semester I 2019 oleh Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Sukma Violetta di kantor Komisi Yudisial, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Sejumlah jurnalis menghadiri pemaparan tentang laporan masyarakat pada semester I 2019 oleh Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Sukma Violetta di kantor Komisi Yudisial, Jakarta, Senin (8/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) sepanjang Januari-Juni 2019, menggelar sidang majelis kehormatan hakim (MKH) yang menyebabkan tiga orang hakim menerima sanksi berat. Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Sukma Violetta dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (8/7), mengatakan, hakim yustisial di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang berinisial MYS pada Selasa (30/4) diberhentikan dengan tidak hormat karena terbukti memasukkan perempuan ke dalam rumah dinasnya di Pengadilan Negeri Menggala.

Kemudian berdasarkan hasil tes urine yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung, Hakim MYS terbukti mengonsumsi narkoba jenis metamphetamine. "Ada hakim yang diberhentikan melalui sidang MKH karena terbukti mengkonsumsi narkoba, sabu-sabu," tutur Sukma Violetta.

Kemudian, hakim berinisial RMA yang merupakan hakim di PN Lembata, Nusa Tenggara Timur, pada Kamis (14/02) dikenakan sanksi berupa penurunan pangkat selama tiga tahun. Hakim RMA diajukan ke MKH atas laporan telah memberikan konsultasi hukum kepada para pihak yang berperkara. Padahal saat itu, hakim RMA juga sedang menjalani sanksi berat dari Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) berupa nonpalu selama dua tahun, terhitung Januari 2018.

Semua sanksi diberikan kepada hakim RMA atas pelanggaran yang kurang lebih sama, yakni memberikan konsultasi hukum. Terakhir, hakim PN Stabat, Sumatra Utara, berinisial SS juga dijatuhi sanksi penurunan pangkat pada tingkat lebih rendah selama tiga tahun karena dilaporkan melakukan pernikahan siri hingga akhirnya memiliki anak dari pernikahan tersebut, tanpa izin dari istri yang sah.