Rabu 10 Jul 2019 08:55 WIB

Pasokan Air Bersih Masih Aman

Musim kemarau juga rentan menimbulkan kebakaran dan penyakit ISPA.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Kekurangan Air Bersih saat Musim kemarau. Warga mengecek drum penampungan air hujan di Kampung Kamal Muara, Jakarta Utara, Selasa (9/7).
Foto: Republika/Fakhri Hermansyah
Kekurangan Air Bersih saat Musim kemarau. Warga mengecek drum penampungan air hujan di Kampung Kamal Muara, Jakarta Utara, Selasa (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Humas PAM Jaya Linda Nurhandayani mengatakan, pasokan air bersih perpipaan di Jakarta masih dalam tingkat aman pada musim kemarau ini. Ia mengatakan, Waduk Juanda Jatiluhur menjadi salah satu sumber air baku terbesar PAM Jaya.

"Untuk ketersediaan pasokan air perpipaan di Jakarta saat ini masih pada level aman," kata Linda, Selasa (9/7).

Linda menjelaskan, level ketinggian air di Jatiluhur sekitar 81 persen yang menandakan level aman. Kemudian untuk sumber-sumber air baku yang berasal dari Jakarta, seperti Kali Krukut dan Cengkareng Drain, saat ini masih sesuai yang dibutuhkan.

Selain itu, lanjut Linda, air curah dari Tangerang pun masih relatif sesuai target yang diharapkan. Linda mengatakan, saat ini PAM Jaya masih berupaya memperluas layanan air bersih, khususnya di wilayah-wilayah yang belum dilayani air perpipaan.

Perluasan layanan air bersih itu tentu membutuhkan sumber air baku tambahan dan beberapa instalasi yang akan menyuplai ke wilayah tersebut. Menurut Linda, pada 2019 ini PAM Jaya sedang membangun sistem penyediaan air minum (SPAM) hutan kota yang akan mengaliri sebagian wilayah di Jakarta Utara dan Jakarta Barat.

Selain itu, ada beberapa sumber air baku lain di Jakarta yang saat ini sedang dipelajari oleh tim teknis. Sumber air baku yang dapat menjadi alternatif, seperti Kali Mookevart dan Kali Pesanggrahan.

"PAM Jaya selalu update dan komunikasi dengan Pemprov DKI terkait kondisi pelayanan air bersih bagi masyarakat Jakarta," kata dia.

Linda menambahkan, PAM JAYA bersama PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta menyiapkan sejumlah mobil tangki untuk keadaan darurat. Sementara, total mobil tangki yang siaga, yakni 26, terdiri dari PAM Jaya lima tangki, Aetra enam tangki, dan Palyja lima tangki.

Sementara, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengaku belum menerima laporan terkait dampak kemarau yang terjadi. Kepala UPT Pusat Data dan Informasi Kebencanaan (Pusdatin) BPBD DKI Jakarta M Ridwan mengatakan, pihaknya belum menemukan kasus dampak dari kemarau tersebut di Ibu Kota.

"Antisipasi kekeringan atau hari tanpa hujan di Jakarta, BPBD saat ini melakukan pemonitoran ke wilayah. Istilahnya mencari informasi apakah ada dampak dari kemarau. Namun, sampai hari ini belum ada laporan," kata Ridwan, Selasa (9/7).

Ia meminta, apabila terjadi kekeringan atau dampak lain akibat kemarau, warga bisa melapor ke Siaga Jakarta 112. Setelah itu, BPBD akan berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), PT Aetra Air Jakarta, dan Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta.

Ridwan mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan mengantisipasi bahaya yang timbul akibat kemarau. Sebab, selain kekeringan, musim kemarau rentan menimbulkan kebakaran dan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

"Kami sampaikan juga pada masyarakat masalah penyakit yang mungkin terjadi, seperti ISPA, batuk, pilek, diare, penyakit mata, dan kulit kering itu mungkin saja penyakit penyerta ketika kemarau," kata Ridwan.

Ia pun mengaku sudah melakukan pemonitoran terhadap dampak penyakit yang timbul tersebut. Akan tetapi, menurut Ridwan, BPBD DKI pun tak menemukan temuan itu.

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan puncak musim kemarau di wilayah DKI Jakarta akan berlangsung pada September 2019. Warga Ibu Kota diminta bersiap menghadapi kekeringan.

Meski kemarau baru memasuki periode dua bulan, dilaporkan sudah ada wilayah yang kesulitan air. BMKG meminta pemerintah daerah mewaspadai musim kemarau dengan melakukan upaya antisipasi kekeringan.

Ridwan pun tak menampik ada daerah di Jakarta Utara yang kesulitan air bersih pada musim kemarau ini. Akan tetapi, kesulitan air bersih ini disebabkan geografis wilayah Jakarta Utara di dekat laut.

Ia menambahkan, berdasarkan data dari BMKG, ada hari tanpa hujan dengan kategori sangat pendek satu sampai lima hari. Terjadinya kemarau juga maju menjadi April dari biasanya akhir Mei. Namun, kata Ridwan, hari tanpa hujan dengan kategori sangat pendek tak terjadi di Jakarta.

"Adanya di kategori menengah, yaitu sekitar 11 sampai 20 hari tidak hujan. Itu ada di Cengkareng, Ciganjur, Halim, Karet, Kedoya Selatan, Lebak Bulus, Manggarai, Pasar Minggu, Pesanggrahan, Cideng, dan Ragunan," kata dia.

Kemudian, hari tanpa hujan kategori berat atau panjang dari 21 sampai 30 hari terjadi di sejumlah wilayah Jakarta tersebar di Kembangan, Pakubuwono, Pulo Gadung, Setiabudi, Tanjung Priok, Kemayoran, Sunter Tanjungan, Teluk Gong, Tomang Barat, dan Waduk Melati.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement