REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kepulauan Riau periode 2016-2021, Nurdin Basirun sebagai tersangka. Nurdin menjadi tersangka dugaan suap terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018-2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.
Nurdin ditetapkan menjadi tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri, Edy Sofyan serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepri, Budi Hartono dan pihak swasta Abu Bakar selaku pemberi suap.
"Setelah melakukan pemeriksaan dan kegiatan lain, dilanjutkan dengan gelar perkara disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau tahun 2018/2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan empat orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK Jakarta, Kamis (10/7).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan
Basaria mengatakan ihwal konstruksi perkara, awalnya Pemerintah Provinsi Kepri mengajukan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepri untuk dibahas di Paripurna DPRD Kepri. Nantinya, keberadaan perda tersebut akan menjadi acuan dan dasar hukum pemanfaatan Pengelolaan wilayah kelautan Kepri terkait dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepri.
Diketahui pula, terdapat beberapa pihak yang mengajukan permohonan izin pemanfaatan laut untuk proyek reklamasi untuk diakomodir dalam RZW3K Provinsi Kepri tersebut. "Pada Mei 2019, Abu Bakar mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 Hektar. Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung," ujar Basaria.
Diduga, Nurdin selaku Gubernur Kepulauan Riau kemudian memerintahkan Budi dan Edi untuk membantu Abu bakar supaya izin yang diajukan Abu Bakar segera disetujui. Untuk mengakali hal tersebut, Budi memberitahu Abu Bakar agar izinnya disetujui, maka Abu Bakar harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budi daya ikan di bagian bawahnya. "Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya," ucap Basaria.
Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun (kiri) saat tiba untuk menjalani pemeriksaan intensif di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/7).
Setelah itu, Budi memerintahkan Edi untuk melengkapi dokumen dan data dukung agar izin Abu Bakar segera disetujui. Diduga, dokumen dan data dukung yang dibuat Edi tidak berdasarkan analisis apapun, Edi hanya melakukan copy-paste dari daerah lain agar cepat selesai persyaratannya.
Dalam penerimaan suap, diduga Nurdin menerima uang dari Abu Bakar baik secara langsung maupun melalui Edi dalam beberapa kali kesempatan. Rinciannya, pada 30 Mei 2019: Sebesar 5.000 dolar Singapura dan Rp 45 juta. Kemudian esoknya, 31 Mei 2019 terbit izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar untuk luas area sebesar 10.2 hektar. Lalu, pada 10 Juli 2019 memberikan tambahan uang sebesar 6.000 dolar Singapura kepada Nurdin melalui Budi Kabid Perikanan Tangkap DKP Provinsi Kepri.
Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun (kiri) berjalan menuju ruang pemeriksaan saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Diketahui, perkara ini berawal dari operasi tangkap tangan, Rabu (10/7) kemarin. Dalam operasi senyap tersebut, tim Satgas KPK menciduk tujuh orang. Namun dilepas sebagian lantaran dianggap belum masuk kategori tersangka.
KPK juga mengamankan sejumlah uang 6.000 dolar Singapura dalam tangkap tangan ini. Tidak hanya itu, setelah digeledah kediaman Nurdin, KPK menyita yang dalam mata uang sejumlah negara. Di antaranya yakni 43.942 dolar Singapura, 5.303 dolar AS, 5 Euro, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal, dan Rp 132.610.000. Uang-uang tersebut diamankan dari sebuah tas di rumah Nurdin.
Atas perbuatannya, Nurdin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Edy dan Budi hanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebagai pihak diduga pemberi, ABK dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.