REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat (19/7) mengatakan akan berbicara dengan Inggris setelah Garda Revolusi Iran (IRGC) mengaku telah menyita tanker minyak berbendera Inggris di Teluk.
Trump menyampaikan pernyataan tersebut kepada wartawan di luar Gedung Putih. IRGC mengatakan otoritas maritim Iran meminta penyitaan tanker tersebut karena "tidak mengikuti regulasi maritim internasional."
Insiden itu berisiko memanaskan ketegangan antara Teheran dan negara Barat, yang semakin bergejolak sejak Amerika Serikat mundur dari kesepakatan nuklir Iran dan memberlakukan sanksi. Trump mengatakan telah berbicara kepada Senator Republik Rand Paul agar dapat terlibat dalam pembicaraan dengan Iran.
Rand Paul mengajukan usul untuk berbicara kepada Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, namun Trump pada Kamis mengatakan ia belum menunjuknya untuk posisi tersebut.
Sementara itu, Inggris mengatakan penyitaan tanker yang berbendera Inggris dan tanker berbendera Liberia di Selat Hormuz tidak dapat diterima. Negara itu menyerukan kebebasan navigasi di kawasan Teluk.
"Kami sangat prihatin atas penyitaan dua tanker oleh otoritas Iran di Selat Hormuz," kata Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt.
"Saya akan segera menghadiri pertemuan (COBR) guna meninjau apa yang kami ketahui dan apa yang dapat kami lakukan untuk mengamankan pembebasan dua tanker tersebut - tanker berbendera Inggris dan tanker berbendera Liberia," kata dia.
"Penyitaan ini tidak dapat diterima. Sangat penting untuk mempertahankan kebebasan navigasi sehingga semua kapal dapat melintas dengan aman dan bebas di kawasan tersebut," ujar Hunt.
Hunt mengatakan duta besar Inggris di Teheran sedang berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri Iran guna menyelesaikan situasi tersebut. Pihaknya juga tengah bekerja sama dengan mitra internasional.