Senin 22 Jul 2019 08:40 WIB

Golkar, PKB, Gerindra Berebut Kursi Ketua MPR

Posisi ketua MPR dinilai tidak strategis tetapi penting sebagai lembaga negara.

Suasana Sidang Tahunan MPR Tahun 2018 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8). (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Suasana Sidang Tahunan MPR Tahun 2018 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum juga diduduki, kursi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sudah panas. Tiap-tiap partai politik (parpol) terus memperebutkan posisi tersebut.

Klaim dilakukan Golkar yang mengaku telah mendapat restu dari partai koalisi. Partai berlogo pohon beringin ini mengaku pembahasan pengisian posisi itu kini tengah berjalan dan menunjukkan tanda-tanda tersebut.

Peryataan itu lantas direspons Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Menurut PKB, penetapan ketua MPR hendaknya berdasarkan figur kebutuhan bangsa. Hal itu akan lebih mudah diterima masyarakat agar solusi persoalan bangsa ini bisa ditemukan.

Sebelumnya, Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjahid mengklaim, Partai Gerindra mendapat kesempatan untuk duduk di kursi ketua MPR. Namun, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad justru mengatakan, ucapan Sodik merupakan pernyataan pribadi dari yang bersangkutan.

"Bahwa kemudian ada kader Gerindra yang kemarin membuat statement soal kursi MPR itu adalah pendapat pribadi," kata Dasco kepada Republika, Ahad (21/7).

Dasco tak menampik bahwa isu tersebut merupakan isu yang menarik untuk didiskusikan. Namun, ia memastikan bahwa Partai Gerindra belum secara resmi membicarakan hal tersebut.

"Kita belum membahas soal legislatif, DPR, atau MPR. Semua keputusan itu ada di tangan Pak Prabowo yang biasanya sudah dekat-dekat pelantikan baru kemudian Pak Prabowo menentukan," kata Dasco.

Posisi pimpinan MPR saat ini memang tengah menjadi rebutan Golkar, PKB, dan Gerindra. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai perebutan kursi ketua MPR suatu hal yang wajar.

"Ya setiap partai berharap yang terbaik untuk menempatkan kadernya. Itu wajar," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, di Jakarta, Ahad.

Hasto mengatakan, komposisi MPR sedianya berasal dari DPR dan DPD. Dia melanjutkan, khusus untuk posisi ketua, semua akan dimusyawarahkan terlebih dahulu agar tugas MPR, terlebih dalam agenda penetapan haluan negara, dapat berjalan maksimal.

"Tentu saja kami akan berdialog dengan semua partai untuk mencari sosok terbaik agar MPR dapat dikembalikan kepada fungsi utamanya," kata Hasto.

Berbeda dengan kursi ketua MPR, Hasto mengatakan, posisi pim inan DPR sudah pasti akan diisi oleh PDIP sebagai pemenang Pemilu 2019. Dia mengatakan, hal tersebut juga mengacu pada Udang-Undang MD3.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily tak sepaham terkait anggapan sejumlah pihak yang menyebut bahwa jabatan ketua MPR bukanlah posisi yang strategis. Menurut Ace, posisi ketua MPR merupakan jabatan strategis kenegaraan yang memiliki posisi penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

"Sebagaimana termaktub dalam konstitusi, MPR merupakan simbol penting sebagai lembaga negara," kata Ace kepada Republika, Ahad. Tidak hanya itu, Ace berpandangan bahwa MPR memiliki peran penting dalam mengawal tegaknya pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan bangsa Indonesia.

Senada dengan Ace, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKB Daniel Johan juga sepakat bahwa jabatan ketua MPR merupakan posisi yang strategis. "Sangat strategis karena tugas mulia mengawal dan menegakkan konstitusi. Jiwa raganya Indonesia," ujar Daniel kepada Republika, Ahad.

Daniel mengatakan, PKB menilai Garis Besar Haluan Negara (GBHN)merupakan hal yang penting untuk memastikan keberlangsungan arah pembangunan. Itu sebabnya tugas ketua MPR menjadi penting untuk meyakinkan hal tersebut kepada fraksi-fraksi.

Terkait posisi strategis, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai posisi ketua MPR tidak akan memberikan dampak secara signifikan untuk modal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal itu terbukti ketika mantan ketua MPR tidak bisa bertarung dalam pilpres. "Karena fungsinya dan peran yang dimainkan MPR tak maksimal," ujar Pangi kepada Republika, Ahad.

Selain itu, Pangi menganggap posisi ketua MPR tidak begitu strategis. Menurut dia, posisi ketua MPR tidak lebih sekadar hanya untuk gengsi. "Kita bisa lihat dari kewenangan yang mereka (MPR) punya," ujar Pangi.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, secara elektoral posisi ketua MPR tidak ada hubungannya dengan 2024. Namun, secara politik, kursi ketua MPR dinilai seksi karena MPR merupakan lembaga kenegarawanan.

"Di samping itu, MPR punya program rutin kebangsaan seperti sosialisasi empat pilar kebangsaan yang kerap dikapitalisasi sebagai bagian penetrasi dengan berbagai unsur rakyat," kata Adi, Ahad. (febrianto adi saputro/rizkyan adiyudha, ed: nora azizah)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement