REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung melakukan penahanan terhadap tersangka kasus dugaan suap proyek di Labuhanbatu, Umar Ritonga. Umar merupakan mantan tangan kanan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap. "UMR ditahan 20 hari pertama di Rutan cab KPK di K4," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (26/7).
Penahanan ini dilakukan usai Umar Ritonga menjalani pemeriksaan di Gedung KPK setelah sebelumnya ditangkap pada Kamis (25/7) pagi kemarin. "Penahanan terhitung sejak Jumat 26 Juli 2019 sampai dengan 14 Agustus 2019," kata Febri.
Febri menuturkan, dalam proses pencarian Umar, tim KPK di lapangan dibantu oleh Yusuf Harahap Lurah Sioldengan bersama Khoirudin Saleh Harahap selaku Kepala Lingkungan. "Dan mereka dikoordinir oleh Andi Suhaimi Bupati Labuhanbatu. Mereka yang meyakinkan keluarga Umar sehingga Umar yang lari dan sembunyi di daerah Perawang Riau bersedia menyerahkan diri kepada KPK," tuturnya.
Adapun, selama pelarian tersebut diduga Umar berada di sebuah kontrakan di daerah Perawang. Sementara uang Rp 500 juta yang dulu diduga dibawa yang bersangkutan sudah tidak ditemukan di lokasi. Umar Ritonga sendiri ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan mantan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap dan Bos PT Binivan Konstruksi Abadi (PT BKA), Effendy Sahputra. Mereka dijerat kasus suap sejumlah proyek tahun anggaran 2018 di Labuhanbatu.
Saat itu, Umar sempat melarikan ketika akan ditangkap KPK. Umar yang diduga perantara suap, kabur setelah mengambil uang hasil korupsi sebesar Rp 500 juta dari seorang petugas bank di Labuhanbatu. KPK kemudian memasukkan nama Umar Ritonga dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 24 Juli 2018.
Sementara Pangonal Harahap telah divonis bersalah dalam kasus ini. Dia dihukum oleh Pengadilan Tipikor Medan dengan pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair dua bulan kurungan. Pangonal terbukti menerima suap dari pengusaha Effendy Sahputra.