REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Buya Syafii Maarif baru saja selesai menjalani operasi batu ginjal, Jumat (26/7) malam. Operasi diketahui sudah berjalan lancar. Dewan Pembina Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq menuturkan harapannya agar masyarakat Indonesia mendoakan kesembuhan Buya Syafii.
Ia berharap Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini segera pulih dan pulang dari rumah sakit. “Malam (Jumat) ini Buya Syafii Maarif menjalani operasi batu ginjal karena ada masalah di kantong kemihnya. Operasi dilakukan di RS Hardjo Lukito, Yogyakarta,” kata Fajar Ulhaq saat dihubungi Republika, Jumat (26/7) malam.
Fajar mengatakan, Buya Syafii baru saja selesai menjalani operasi dengan lancar. Operasi dilakukan dengan 3596 tembakan mesin extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) sebagai salah satu prosedur untuk menangani penyakit batu ginjal. Tembakan mesin ESWL memakan waktu sekitar satu jam. “Kini, beliau sudah kembali ke RS PKU Muhammadiyah Gamping, Bantul,” ujar Fajar.
Sebelumnya, Buya Syafii sudah sejak Rabu (24/7) menjalani perawatan di RS PKU Gamping, Bantul. Artinya, sudah sekitar tiga hari ia menjalani opname di rumah sakit PKU Muhamamdiyah Gamping, Yogyakarta. Diagnosis dokter sebelumnya, Buya Syafii dirawat akibat penyakit Hematuria yang dideritanya.
Sejumlah tokoh nasional pada Jumat menyempatkan diri menjenguk Buya Syafii di RU PKU Muhammadiyah Gamping. Salah satunya, Permaisuri Kasultanan Yogyakarta GKR Ratu Hemas yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Buya Syafii Maarif saat ini masih menjabat sebagai Dewan Pengarah BPIP. Ia juga tetap aktif dalam menyebarkan pesan-pesan kebangsaan. Pada Juni lalu, Buya menemui Menteri Pertahanan Ryamizard Riacudu di Yogyakarta. Seusai pertemuan, Buya menyampaikan kesan-kesannya mengenai sosok Menhan era Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla tersebut.
"Orang ini memang tentara betul, jadi dia enggak mau ke politik, dia memang membela negara, menurut saya ini menarik. Walau teman-teman dia seangkatan (ke politik), tapi dia enggak," kata Buya, Selasa (11/6) lalu.
Buya juga mengomentari masalah nasional lainnya, seperti gugatan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Terkait sidang gugatan pemilu di MK waktu itu, dia mengaku tak ada yang istimewa. Menurut Buya, tidak perlu dipikirkan asalkan semua profesional berdasarkan fakta dan laporan.
Namun, dia menekankan, tidak perlu lagi melakukan aksi-aksi massa. Buya menilai, demo-demo itu tidak berguna dan cuma menghabiskan energi. "Walaupun boleh demo ya, tapi kalau sampai seperti 22 Mei, yang mati itu bagaimana, itu anak bangsa, lalu waktu proses pemilu itu ada KPPS yang mati, itu ndak bener," kata Buya.
Terkait kasus 22 Mei itu, dia setuju upaya untuk mengungkapnya. Sebab, jika tidak bisa mengungkap itu, negara berarti lemah sehingga memang harus diungkap tanpa harus melebih-lebihkan. "Artinya, dilebih-lebihkan itu kalau faktanya A ya A saja, B ya B, jangan ditambah-tambah," ujar Buya.
Kepada polisi, dia menegaskan, harus terbuka karena publik memiliki hak untuk tahu yang sebenarnya terjadi. Menurut Buya, jangan sampai keadaan yang seperti itu dibiarkan. N rahma sulistya/wahyu suryana, ed: agus raharjo