REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dinilai menjadi kunci partai mana yang bakal duduk sebagai ketua MPR RI. Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, pada dasarnya semua partai yang lolos ke Senayan memiliki peluang yang sama untuk bertarung dan menduduki kursi pimpinan MPR RI.
Artinya, tidak harus jabatan ketua MPR tersebut dipimpin partai oposisi atau koalisi pemerintah. Hanya saja, menurut dia, partai yang paling banyak memiliki peluang menang adalah partai yang didukung PDIP selaku partai pemenang Pemilu 2019. “Menurut saya, paket yang didukung PDIP (akan menjadi ketua MPR),” kata Hendri saat dihubungi Republika, Jumat (26/7).
Ia menduga, pertemuan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Rabu (24/7) lalu salah satu isi pembicaraannya adalah soal posisi pimpinan MPR ini. Jika hal itu benar, kata Hendri, besar kemungkinan paket yang akan didorong PDIP adalah Gerindra. “Kalau kemarin Gerindra deketin/PDIP mau ngomongin ketua MPR, bisa jadi paket yang didorong Gerindra dan PDIP yang akan menang,” ujar dia.
Selain itu, sejak awal PDIP juga sudah menyatakan terbuka jika salah satu partai oposisi bisa menduduki kursi ketua MPR. Hal itu dinyatakan langsung Wakil Ketua MPR dari PDIP Ahmad Basarah. Sosok yang juga Wakil Sekretaris Jenderal PDIP itu bahkan menuturkan, sistem ketatanegaraan Indonesia tidak mengenal dengan istilah oposisi, tetapi sistem demokrasi gotong royong.
"Maka, tidak ada sistem yang mengharuskan sebuah partai politik ketika pemenang dalam suatu pemilu, dalam hal ini pemilu presiden, dia mengambil semua, atau the winner take all," kata Basarah. Menurut dia, kekuasaan harus dipakai oleh seluruh kekuatan politik untuk sama-sama dalam membangun bangsa.
Hanya saja, tugas dan fungsinya berbeda, ada yang mengawasi di luar kabinet, ada juga yang bekerja di kabinet. Ia pun mencontohkan bagaimana demokrasi gotong royong itu diterapkan pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009.
Ketika SBY terpilih pada periode pertama dan periode kedua, SBY mengajak parpol yang berada di luar koalisi untuk bergabung di dalam pemerintahan SBY-Jusuf Kalla dan SBY-Boediono. Basarah mengatakan, bukan tidak mungkin hal itu akan terjadi pada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf nanti. "Kita harapkan demokrasi Pancasila dapat bekerja dalam pimpinan yang akan datang. Artinya, tidak lagi mencerminkan blok-blok politik, baik 01 maupun 02," ujarnya menegaskan.
Wakil Ketua Partai Gerindra Edhy Prabowo mengaku tidak ada pembicaraan mengenai paket pimpinan MPR di dalam pertemuan antara Megawati dengan Prabowo. Ketua Fraksi Partai Gerindra ini pun mengaku tak mau ambil pusing soal paket pimpinan MPR nantinya. Ia menyerahkan sepenuhnya pada dinamika yang ada. "Paket itu bisa mana saja tergantung selera. DPD 136 kursi, mungkin dia ingin seperti apa kan kita nggak ngerti, belum lagi semua, ya ini masih panjanglah kita nggak mau berspekulasi," tuturnya.
Wakil Ketua MPR dari Gerindra berkilah, partainya tidak ingin muluk-muluk menempati posisi apa pun. Menurut dia, yang paling penting saat ini bagaimana bangsa Indonesia tetap kondusif pasca-Pemilu 2019. "Saya pikir ini dulu, jabatan apa terserah pada akhirnya jika Tuhan menghendaki kita akan bisa menjalaninya," katanya.
Balas budi
Selain partai Gerindra dan parpol Koalisi Indonesia Kerja (KIK), Partai Demokrat juga berharap salah satu kadernya menjadi pimpinan MPR. Demokrat bahkan menyinggung kondisi pada Pemilu 2009 yang memberikan kursi ketua MPR pada politikus PDIP Taufik Kiemas.
Saat itu, Demokrat sebagai partai pemenang dan SBY menjadi presiden pada periode kedua. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menyatakan, sebagai partai pemenang pemilu, Demokrat saat itu menduduki kursi pimpinan DPR. Namun, juga ada kesepakatan dengan PDIP saat itu, yakni menjadikan Taufik Kiemas sebagai ketua MPR.
Ia berharap sejarah tersebut kembali terulang dalam periode 2019-2024. "Kalau saja terjadi ketua DPR-nya adalah PDIP, mungkin bagus juga kalau ketua MPR-nya itu dijabat oleh partai Demokrat," kata Syarief.
Sementara, mantan ketua DPR periode 2009-2014 Marzuki Alie menilai saat itu Demokrat bersedia menyerahkan kursi ketua MPR pada Kiemas karena ketokohannya dinilai mampu menenangkan situasi panas antara pemerintah dan partai oposisi yang dipimpin PDIP.
Marzuki Alie mengatakan, saat ini posisi Demokrat tidak begitu kuat jika ingin diposisikan sebagai lawan berat PDIP sebagai partai pemenang pemilu. Demokrat tidak sekuat Partai Gerindra. "Namanya pemenang nomor dua kan (Gerindra). Ini yang dilobi terus supaya situasi politiknya jadi lebih adem, makanya berbagai usaha untuk gandeng Gerindra. Kalau yang lain, tidak mungkinlah. Tidak ada nilai yang (bisa) dijadikan pertimbangan," tuturnya. N mabruroh/febrianto adi saputro/ronggo astungkoro ed: agus raharjo