Senin 29 Jul 2019 15:54 WIB

Sinyal Kuat Gerindra Merapat ke Jokowi dan Keyakinan PKS

Elite Gerindra telah berani menyampaikan kemungkinan bergabung ke pemerintahan.

Pertemuan Megawati dengan Prabowo, Rabu (24/7).
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Pertemuan Megawati dengan Prabowo, Rabu (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Antara

Pascapertemuan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) yang dilanjutkan dengan pertemuan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, sinyal akan merapatnya Gerindra ke kubu pendukung pemerintah semakin menguat. Bahkan, Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono menyebut peluang bergabung partainya dengan koalisi Joko Widodo (Jokowi) tergantung pada sikap Jokowi sendiri.

Baca Juga

"Saya berani menyampaikan terbuka kemungkinan Partai Gerindra bergabung di dalam pemerintahan," kata Ferry dalam sebuah diskusi yang digelar di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7)

Keputusan bergabung itu, kata Ferry, tergantung pada keinginan Jokowi untuk menambah partai di luar koalisi pendukungnya. Meskipun menyatakan bahwa partai pimpinan Prabowo Subianto itu bakal membantu jika diperlukan, Ferry mengklaim Gerindra tak akan meminta jabatan tertentu.

"Tetapi itu juga sangat tergantung dari apakah Jokowi sebagai presiden merasa perlu mengajak partai-partai di luar koalisinya mau menyelesaikan masalah bersama-sama. Sikap Gerrindra tidak akan pernah minta jabatan," kata dia.

Sejauh ini, Ferry menegaskan, Gerindra belum menentukan sikap politiknya pasca pertemuan antara Ketua Umum Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Rabu (24/7) pekan lalu. "Gerindra belum memutuskan bergabung atau tidak, itu harus diputuskan pada forum partai masing-masing," ujarnya.

Ferry mengatakan, pertemuan antara Megawati dan Prabowo seharusnya tak dikaitkan dengan keputusan berkoalisi. Keputusan koalisi, kata Ferry, berada di internal setiap partai.

Kendati demikian, Ferry juga tak tegas mengindikasikan bahwa Gerindra bakal menjadi oposisi di luar pemerintahan. Ia justru menafsirkan, oposisi tidak hadus di luar pemerintahan. Menurut dia, menjadi eksekutif pun tetap bisa menjalankan fungsi oposisi.

"Oposisi ini memang kalau kita lihat sekarang faktanya antara eksekutif dan legislatif tak dalam posisi berhadap-hadapan tapi kesempatan terbuka eksekutif dan legislatif tak bersebrangan," kata Ferry menegaskan.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menyebutkan Gerindra akan menyiapkan kader-kadernya apabila Jokowi meminta untuk mengisi posisi menteri di Kabinet Kerja Jilid II. Gerindra mau menyiapkan kadernya sebagai menteri karena sudah ada komitmen bersama untuk bersama-sama membangun Indonesia.

"Kalau memang Pak Joko Widodo membutuhkan kader-kader Gerindra untuk membantu jalannya roda pemerintahannya maka Gerindra sudah menyiapkan orang-orang tersebut," kata Arief, Jumat (26/7)

Menurut Arief, Kader-kader yang disiapkan nantinya bisa menempati posisi menteri bidang apa saja sesuai dengan yang dibutuhkan Jokowi. Hal itu karena Gerindra menyiapkan kader yang memiliki kompetensi, integritas dan loyalitas membantu jalannya roda pemerintahan periode 2019-2024.

"Kader yang disiapkan adalah kader-kader yang bersih, dan berintegritas, artinya kita terserah saja kepada Pak Joko Widodo itu hak prerogatif beliau," kata dia.

"Tidak dikenal lagi yang namanya koalisi atau oposisi, tetapi yang ada mengetahui kewajiban dan posisi masing-masing. Seluruh anggota DPR RI harus berada diluar dan diseberang pemerintahan mengontrol dan mengawasi, dan menteri membantu pemerintah," ujar Arief menambahkan.

Sikap PKS

Sebagai partai yang menjadi bagian Koalisi Adil Makmur bersama Gerindra, PKS pun ikut merespons langkah gerak rekan koalisinya pasca-Pilpres 2019. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, tegas mengatakan partainya akan tetap berada di posisi oposisi meskipun Gerindra merapat ke koalisi pemerintah.

"Hak Partai Gerindra membuat keputusan terkait koalisi atau oposisi. Tiap partai punya kebebasan menentukan pilihan dan PKS menghormati apapun keputusan Gerindra," kata Mardani, saat dihubungi Republika, Ahad (28/7)..

Pencetus tagar #2019GantiPresiden itu juga mengaku, PKS akan tetap bersahabat dengan Partai Gerindra. Mardani pun yakin, PKS nantinya tidak akan sendirian menjadi oposisi setelah Jokowi telah menentukan formasi kabinetnya.

"Terkait posisi oposisi, kami yakin untuk kebaikan demokrasi dan kemajuan bangsa, akan bersama dengan elemen lain," ungkap Mardani.

Menurut Mardani, akan muncul ketidaksetujuan dari partai-partai yang selama ini berupaya mendekat ke Jokowi bila melihat postur atau formasi kabinet tidak sesuai dengan harapan. Anggota Komisi II DPR RI ini pun mendorong Jokowi agar tak terlalu terpaku pada partai politik pengusungnya.

Mardani mengatakan, Jokowi pada periode keduanya seharusnya sudah tidak memiliki beban dari parpol politik pengusungnya. Maka, kata Mardani, Jokowi seharusnya memberikan kesempatan kepada orang-orang yang memiliki kapabilitas duduk di kabinet tanpa melihat partai.

"So, nothing to lose. Jadilah negarawan, jangan sibuk mikirin parpol. Pilih zaken kabinet, pilih anak muda, pilih perempuan, difabel, yang bagus-bagus begitu saja. Partai sedikit, yang bagus-bagus saja," kata Mardani.

[video] 'Politik Nasi Goreng'

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement