Senin 29 Jul 2019 18:35 WIB

Polri Keberatan Capim KPK dari Unsur Polisi Didiskreditkan

Ada tiga jenderal polisi capim KPK yang disorot oleh koalisi masyarakat sipil.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo memberikan keterangan kepada wartawan terkait kasus penanganan teroris Kalimantan Tengah (Kalteng).di Mabes polri, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo memberikan keterangan kepada wartawan terkait kasus penanganan teroris Kalimantan Tengah (Kalteng).di Mabes polri, Jakarta, Selasa (25/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri mengingatkan agar tak ada spekulasi dan tuduhan miring tentang sejumlah nama calon pemimpin (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari satuan Korps Bhayangkara. Karo Penmas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, agar setiap pendapat dan rekam jejak para calon dari kepolisian disampaikan dengan data dan fakta.

Menurut Dedi, Panitia Seleksi (Pansel) capim KPK punya mekanisme penelusuran rekam jejak para calon yang lebih sahih. Dedi menegaskan, pendapat dan penilaian rekam jejak, pun juga kritik yang dilakukan tanpa fakta dan data dapat berujung pada perbuatan pidana. Karena kata dia, dapat merugikan pihak yang saat ini sedang melakukan proses uji kompetensi di Pansel capim KPK.

Baca Juga

"Jangan menyebar fitnah, jangan menyebar kabar bohong yang mendiskreditkan personal karena yang bersangkutan juga memiliki hak konstitusional untuk melaporkan pihak yang merugikan,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (29/7).

Dedi mengatakan demikian, menjawab penilaian negatif kelompok swadaya koalisi masyarakat sipil dan Indonesian Corruption Watch (ICW) yang meminta Pansel KPK menebalkan stabilo merah kepada tiga nama capim KPK dari Polri. Tiga nama tersebut, disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana yakni, Inspektur Jenderal Polisi Firli Bahuri, Inspektur Jenderal Polisi Antam Novambar, dan Inspektur Jenderal Polisi Dharma Pongrekun.

Tiga nama tersebut, di antara sembilan perwira tinggi Polri yang berhasil melewati tahap pertama seleksi capim KPK. Menurut Kurnia, tiga nama tersebut punya rekam jejak yang patut dipertanyakan dalam semangat dan etika pemberantasan korupsi. 

Firli, pernah menjadi Deputi Penindakan di KPK.  Kurnia mencatat, Firli pernah melakukan pertemuan dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi pada 2018. Pertemuan tersebut, dikatakan terjadi ketika KPK sedang melakukan penyelidikan tentang perkara korupsi yang mendesak pemeriksaan terhadap sang gubernur.

Sedangkan Antam, menurut Kurnia, punya masalah integritas karena menjadi orang yang mendesak Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa. Desakan tersebut untuk menjadi saksi meringankan dalam praperadilan Komjen Budi Gunawan yang ditetapkan tersangka oleh KPK pada 2015.

Dharma, menurut catatan Kurnia menjadi petinggi Polri yang mendesak pemanggilan penyidik senior KPK Novel Baswedan pada 2012 untuk dilakukan pemeriksaan terkait kasus tewasnya pelaku pencuri sarang burung walet di Bengkulu, pada 2004 lalu. Pemanggilan Novel ketika itu, berbuntut panjang dan dianggap sebagai kriminalisasi atas kasus yang sudah lama.

Dharma, menurut Kurnia juga pernah diduga melakukan pelanggaran prosedur saat membebaskan seorang tahanan ketika menjadi wakil direktur kriminal umum di Polda Metro Jaya. Kurnia, bersama ICW dan koalisi masyarakat sipil antikorupsi, meminta Pansel Capim KPK menjadikan catatan-catatan negatif sejumlah perwira Polri itu, sebagai dasar untuk tak meloloskan ke tahap berikutnya dalam penyaringan 104 capim KPK.

"Semua informasi ini harus dikonfirmasi ulang oleh Pansel KPK. Dan jika terbukti benar, sepatutnya pansel tidak meloloskan," kata Kurnia.

Dedi melanjutkan, apa yang disampaikan Kurnia tersebut adalah asumsi. Dedi menerangkan, sebelum para perwira Polri mendaftarkan diri ke Pansel Capim KPK, proses internal di kepolisian juga melakukan penyaringan terhadap nama-nama yang ingin mendaftar. Proses seleksi internal yang dilakukan termasuk melakukan uji rekam jejak karier untuk mendapatkan rekomendasi dari Kapolri.

Menurut Dedi, perwira yang punya masalah, tak mungkin mendapat persetujuan untuk mendaftar ke Pansel Capim KPK. “Mereka yang mendaftar ini perwira-perwira terbaik,” kata Dedi.

Karena itu, Polri tak setuju dengan cara ICW dan koalisi masyarakat sipil yang memberikan penilaian negatif terhadap perwira Polri tersebut. Menurut Dedi, apa yang disampaikan ICW dan koalisi masyarakat sipil, dapat berujung fitnah dan pencemaran nama baik, jika tak terbukti.

“Kalau ada data dan buktinya, silakan. Tetapi kalau yang disampaikan itu tidak terbukti, bagaimana?” ujar Dedi.

 

photo
Capim KPK dari Unsur Polri

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement