Selasa 30 Jul 2019 00:47 WIB

Gerindra Diyakini Bakal Tetap Jadi Oposisi

Dewi Fortuna mengatakan pertemuan elite politik bagian dari aturan main demokrasi.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menerima Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediaman Jalan Teuku Umar, Jakarta, Rabu (24/7).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menerima Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediaman Jalan Teuku Umar, Jakarta, Rabu (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar politik Prof Dewi Fortuna Anwar meyakini Partai Gerindra akan tetap menjadi oposisi meski telah terjalin pertemuan antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo, kemudian Megawati Soekarnoputri. "Begitu selesai kontestasi, itu setiap pihak kembali merajut silaturahmi," katanya, ditemui usai bedah buku berjudul "Revolusi, Diplomasi, Diaspora: Indonesia, Tiongkok dan Etnik Tionghoa 1945-1947", di Jakarta, Senin (29/7).

Menurut Dewi, pertemuan antara Prabowo-Jokowi kemudian Prabowo-Megawati adalah suatu hal yang membuktikan silaturahmi berjalan baik dan itu bagian dari aturan main demokrasi. Karena itu, ia mengaku heran ketika pertemuan-pertemuan itu diartikan seolah-olah kelompok yang tadinya mendukung Prabowo akan bergabung dalam koalisi, termasuk Gerindra.

Baca Juga

Ia memperkirakan Gerindra akan tetap berada di oposisi, utamanya sebagai komandan di kubu oposisi untuk memastikan pemerintahan berjalan dengan prinsip demokrasi melalui check and balances. "Kalau menurut saya, Pak Prabowo akan tetap berada di oposisi. Karena justru tidak dignified'' bagi Pak Prabowo jika bergabung dalam pemerintahan Jokowi," katanya.

Dia mengatakan perpolitikan di Indonesia selama ini memang agak berbeda dengan negara-negara demokrasi lainnya, terutama dinamika koalisi partai-partai yang sangat cair. "Ketika Pak SBY pada periode keduanya, banyak partai yang tadinya di luar. Kemudian, bergabung dalam koalisi besar sehingga tidak heran jika banyak orang yang berspekulasi begitu," katanya.

Namun, Dewi mengingatkan silaturahmi politik itu baik dan penting dijaga, sementara kerja sama untuk membangun bangsa Indonesia penting juga adanya. Bagi pihak pemenang, kata dia, tidak ngasorake, atau istilahnya merendahkan pihak yang kalah, sedangkan pihak yang kalah juga harus mengakui dan menerima kenyataan.

"Jadi, jangan selalu diartikan siapa ini yang masuk koalisi. Saya melihatnya dua hal yang berbeda," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement