Selasa 30 Jul 2019 18:05 WIB

Bukan Cuma Introver yang Kesulitan Berbicara di Depan Umum

Bicara di depan publik bisa sangat menyulitkan bagi orang introver.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Reiny Dwinanda
Berbicara di depan umum bisa menjadi hal yang sangat menyulitkan untuk orang introver. Ilustrasi
Foto: Askmen.com
Berbicara di depan umum bisa menjadi hal yang sangat menyulitkan untuk orang introver. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesulitan berbicara di depan umum sering kali diidentikkan dengan orang-orang introver. Padahal, masalah tersebut pun sangat bisa terjadi pada mereka yang ekstrover.

Sebuah penelitian baru menunjukkan, tekanan berbicara di depan publik dapat mengganggu sirkuit-sirkuit penting di otak sehingga secara fisik lebih sulit untuk berbicara. Kondisi ini memang akan lebih buruk dialami introver daripada ekstrover.

Beberapa perkiraan menunjukkan, 75 persen orang kesulitan berbicara di depan umum setidaknya sampai taraf tertentu. Sebuah makalah yang diterbitkan pada bulan Mei di jurnal Brain Imaging and Behavior menguraikan dasar biologis alasan orang berjuang untuk mengeluarkan suara di depan orang banyak.

Dalam studi ini, para ilmuwan menunjukkan stres berdampak pada cara otak berkomunikasi dengan otot-otot di tenggorokan. Penulis pertama makalah Maria Dietrich PhD mengatakan, penelitian ini secara sistematis mengeksplorasi akar dari perubahan perilaku vokal selama masa-masa stres.

"Kita tahu bahwa jalur vokalisasi limbik ada, misalnya, untuk tertawa dan menangis. Namun, data telah hilang untuk menunjukkan interaksi motorik limbik juga dapat memengaruhi produksi suara selama berbicara," kata direktur Vocal Control dan Vocal Well-Being Lab dari University of Missouri, dikutip Inverse.

Temuan tersebut fokus pada beberapa area otak yang bekerja bersama untuk mengatur otot-otot laring, otot-otot di tenggorokan yang membantu menghasilkan suara yang kompleks. Salah satu area utama yang bertanggung jawab untuk koordinasi itu adalah korteks motorik laring, namun bicara juga dipengaruhi oleh kombinasi area otak "sekunder" lainnya, termasuk korteks cingulate.

Stres mengurangi aktivitas di daerah tersebut dan dengan ekstensi otot-otot yang dikendalikan. Ini menciptakan perasaan sesuatu ada yang mengganjal di tenggorokan.

Untuk menunjukkan bagaimana hal ini terjadi, Dietrich dan timnya memberi tahu 13 wanita harus menyampaikan pidato lima menit. Mereka harus menjabarkan tentang siapa yang akan menjadi kandidat terbaik untuk pekerjaan di sebuah firma hukum.

Mereka kemudian disuruh menyiapkan pidato yang bisa dibacakan kapan saja. Tim mengambil gambar fMRI dari otak mereka dan mengambil sampel air liur untuk mengukur kadar hormon stres.

Sementara para wanita bersiap untuk pidato, Dietrich dan timnya mengamati tingkat kortisol atau hormon stres meningkat. Mereka pun melihat penonaktifan pada area sekunder otak yang memengaruhi pengaturan vokal, misalnya, korteks cingulate anterior. Pola itu berlaku umum dan pada orang yang secara khusus memenuhi syarat sebagai introver, segalanya menjadi jauh lebih buruk.

Analisis peneliti mengungkapkan, hubungan antara orang-orang yang diklasifikasikan sebagai introver memiliki reaktivitas kortisol yang tinggi dan penurunan aktivitas tambahan di satu area korteks motor laring atau area utama otak yang mengontrol vokalisasi. Artinya, orang-orang yang lebih peka terhadap stres dan yang memenuhi syarat sebagai introver mungkin memiliki wilayah otak tambahan yang dipengaruhi oleh stres saat berbicara.

"Mengantisipasi stres dan merencanakan ke depan cara menghadapinya dapat membantu. Itu membantu mencegah perasaan luar biasa, dengan cepat mengurangi stres, dan membantu membangun kepercayaan diri," ujar Dietrich.

Dietrich menjelaskan, penelitian sebelumnya juga menunjukkan beberapa orang memenuhi syarat sebagai "penanggap stres laring". Hal itu terjadi karena mereka cenderung memiliki perubahan yang lebih dalam pada otot-otot vokal ketika berada di tempat dan diminta untuk berbicara.

Hasil ini menunjukkan menjadi lebih introver dapat mempengaruhi seseorang terhadap salah satu dari "reaksi stres" yang membuat berbicara sangat menyulitkan karena aktivitas yang baru diidentifikasi ini di otak. Untuk "penanggap stres," ada banyak cara untuk meningkatkan teknik berbicara di depan umum. Tetapi Dietrich mengatakan, ada cara untuk setidaknya mengelola stres sehari sebelum momen berbicara.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement