REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) kepada Syafruddin Arsyad Temenggung bukanlah vonis bebas, melainkan vonis lepas. "Perbuatannya terbukti, tapi menurut majelis hakim perbuatannya bukan di ranah pidana," kata dia pada diskusi publik di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (31/7).
Walaupun KPK setuju dengan putusan pengadilan yang mengatakan perbuatan terdakwa terbukti, Febri mengakui, KPK memiliki pendapat yang berbeda dengan majelis hakim apakah kasus ini masuk ke ranah pidana, perdata, atau administrasi tata negara. KPK menilai kasus penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI tersebut masuk ke dalam ranah pidana.
Menurut Febri, jika dilihat berdasarkan fakta persidangan, diketahui ada penyimpangan yang dilakukan Syafruddin saat menjabat Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). "Setidaknya ada 9 bukti dari fakta-fakta persidangan bahwa ada kesengajaan di sini. Ada mens rea (kesengajaan) di balik penerbitan SKL itu, sehingga harusnya itu ada pendalaman tindak pidana korupsi," jelas dia.
Juru bicara KPK tersebut, juga meyakini putusan kasasi MA tidak boleh menghilangkan harapan masyarakat untuk mengembalikan uang Rp 4,58 triliun itu kembali ke negara karena merupakan hak negara.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil pada Selasa (23/7) telah melaporkan dua hakim yang menangani putusan kasasi mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung tersebut ke Komisi Yudisial (KY). Selain itu, koalisi tersebut juga meminta agar KY segera memanggil dan memeriksa dua hakim tersebut agar bisa ditelusuri lebih lanjut tentang dugaan pelanggaran saat menjatuhkan putusan kasasi itu.
Sebelumnya pada 9 Juli 2019, majelis kasasi pada Mahkamah Agung memutuskan Syafruddin tidak melakukan tindak pidana sehingga harus dikeluarkan dari tahanan alias bebas. Namun, putusan kasasi tersebut tidak diambil dengan suara bulat.
Pertama, Ketua Majelis Salman Luthan menyatakan sependapat dengan Pengadilan Tinggi DKI yang menjatuhkan vonis bersalah pada terdakwa karena terbukti melakukan korupsi. Kedua, Hakim Anggota Syamsul Rakan Chaniago mengatakan bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan perdata dan Hakim Anggota M. Askin mengatakan bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan administrasi.