REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang perdana mengenai kualitas udara buruk di Ibu Kota pada Kamis (1/8). Penggugat menamakan dirinya Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibukota), gabungan individu maupun organisasi yang memperjuangkan udara bersih di Jakarta.
Ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri membuka persidangan kemudian ia memeriksa kelengkapan berkas dan dokumen dari tim kuasa hukum penggugat serta berkas dari pihak tergugat yaitu tujuh lembaga pemerintah. Saifuddin menjelaskan pihak penggugat dan tergugat harus menyerahkan surat kuasa berbentuk fotokopi bukan asli sebagaimana saat pendaftaran.
Hakim juga meminta para penerima kuasa melampirkan berita acara sumpah asli dan fotokopi, termasuk kartu pengenal asli dan fotokopi. Selain itu, salah satu penggugat bernama Sandiawan Sumadi, belum menyerahkan berkas asli surat kuasa.
"Kemudian penerima kuasa Matthew Michelle ada di dalam surat gugatan, tetapi di dalam surat kuasa tidak disebutkan," kata Saifuddin. Ia menyebutkan, sidang ditunda hingga 22 Agustus 2019 pukul 10.00 WIB dengan agenda penyerahan kelengkapan berkas.
Sidang perdana ini dijadwalkan untuk mulai pukul 09.00 WIB, namun baru dimulai pukul 11.30 WIB lantaran pihak tergugat terlambat. Sementara Gubernur Banten absen.
Atas ketidak hadirannya itu, Majelis Hakim akan melakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan. Karena berada di luar daerah, maka pemanggilan melalui delegasi dengan waktu yang dibutuhkan hingga pekan.
Sementara itu, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Ayu Eza Tiara mengatakan, gugatan warga negara (citizen lawsuit) ini menuntut para tergugat melakukan serangkaian kebijakan. "Memenuhi hak atas udara bersih bagi para penggugat dan 10 juta warga Jakarta lainnya," ujar Ayu, Kamis (1/8).
Para tergugat ini di antaranya Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Serta para kepala daerah yakni Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim.
Salah satunya, kata Ayu, buruknya kualitas udara Jakarta ini disebabkan parameter pencemar yang telah melebihi Baku Mutu Udara Nasional (BMUN) yang ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999. Baku Mutu Udara Daerah (BMUD) DKI Jakarta sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan di DKI Jakarta.
Sebagai contoh singkat, angka konsentrasi PM 2,5 dari Januari hingga Juni 2019 adalah 37, 82 ug/m3. Dua kali lebih tinggi dari standar nasional atau tiga kali lebih tinggi dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut dia, baku mutu udara ini begitu penting karena tingginya parameter pencemar yang melebihi baku mutu akan menimbulkan gangguan kesehatan. Setidak-tidaknya 58,3 persen warga Jakarta menderita berbagai penyakit yang diakibatkan polusi udara yang trennya terus meningkat setiap tahun.
Ayu menyebut, berdasarkan salah satu survei penderita penyakit akibat polusi udara menelan biaya hingga Rp 51,2 triliun. Angka ini diprediksi akan semakin meningkat seiring memburuknya kualitas udara Jakarta apabila tidak ada langkah-langkah perbaikan dari para pengambil kebijakan.
Para penggugat berharap Presiden dapat melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999. Presiden dianggap lalai dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi para penggugat dan seluruh warga DKI Jakarta dengan tidak mengawasi kinerja para tergugat dan turut tergugat dalam pengendalian pencemaran udara.
Untuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan diminta mengawasi para gubernur dalam hal pengendalian pencemaran udara. Kemudian Menteri Dalam Negeri dituntut mengawasi, mengevaluasi, dan membina kerja para gubernur dalam hal pencemaran udara.
Menteri Kesehatan agar menghitung penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di tiga provinsi. Lalu untuk Gubernur DKI Jakarta diminta melakukan pengawasan terhadap ketaatan setiap orang terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan di bidang pengendalian pencemaran udara dan/atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.
Serta bagi para gubernur untuk melakukan inventarisasi pencemaran udara, dan menetapkan status BMUD. Ditambah dengan menyusun dan mengimplementasikan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.