REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) menargetkan dana kelola Wealth Management tumbuh 8-10 persen pada tahun ini. Dari sisi segmen, Direktur Bisnis dan Jaringan Bank Mandiri Hery Gunardi menyebut bisnis pengelolaan aset sangat menjanjikan.
"Fee based income dari bisnis ini kontribusinya cukup besar terhadap bank," ujar Hery saat ditemui dalam acara Seminar Beyond Wealth 2019 di Ritz Carlton Pasific Place, Jakarta, Rabu (5/8).
Hery menjelaskan, setiap tahunnya Bank Mandiri bisa meraup Rp 400 miliar sampai Rp 500 miliar setiap tahunnya dari fee based income Wealth Management. Tahun ini diharapkan fee based income dari Wealth Management ini bisa tumbuh 12-14 persen.
Per Juni 2019, Hery mengungkapkan total dana Fund Under Management (FUM) Bank Mandiri sudah mencapai Rp 205,3 triliun. Meski demikian, porsi FUM tersebut masih didominasi oleh Dana Pihak Ketiga (DPK). Sedangkan Asset Under Management (AUM) masih kecil.
Hery mengakui, porsi DPK dan AUM yang tidak berimbang ini masih menjadi tantangan bisnis ini berkembang di Indonesia. Untuk itu, menurut Hery, edukasi kepada masyarakat untuk mulai berinvestasi harus terus digencarkan.
"Sekarang kan sudah banyak pilihan produk investasi lokal seperti SBN, ORI, sukri, reksa dana," tutur Hery.
Hery memaparkan, produk investasi yang saat ini menjadi penopang pertumbuhan dana kelola di Wealth Management Bank Mandiri di antaranya reksa dana saham, reksa dana pasar uang, dan reksa dana berbasis syariah. Bank Mandiri juga bekerja sama dengan Swiss menyediakan produk investasi berbasis offshore.
Untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis ini, Bank Mandiri turut melakukan sejumlah inovasi dari sisi teknologi. Salah satunya Wealth Managent Group akan berinovasi dengan mengembangkan platform digital wealth.
"Nantinya nasabah diharapkan dapat melakukan transaksi online untuk pembelian produk investasi seperti reksa dana ataupun retail bond melalui platform tersebut," kata Hery.