REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perkembangan wakaf tanah di Indonesia cukup menggembirakan, di mana selalu ada peningkatan yang drastis. Pada 2004, jumlah tanah wakaf yang terdata di Kementerian Agama (Kemenag) tercatat sekitar 153,819 hektare dan melonjak pada 2016 menjadi 435,944 hektare. Namun dalam pelaksanaanya, wakaf tersebut belum terdayagunakan secara efektif.
Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS, Irfan Syauqi Beik, mengatakan potensi wakaf Indonesia yang besar tersebut sebenarnya bisa dimaksimalkan apabila ada koordinasi dengan berbagai pihak. Menurut dia, untuk menguatkan dan memaksimalkan wakaf tersebut perlu adanya strategi literasi wakaf.
“Artinya perlu ada pemahaman bahwa wakaf bisa disalurkan pada hal-hal yang sifatnya produktif selama ketentuan wakaf terpenuhi,” ujar dia kepada Republika.co.id, Rabu (7/8).
Dia menuturkan, selain itu, penguatan kelembagaan juga diperlukan agar nadzir (penerima) wakaf bisa mengerti terkait pengelolaan wakaf tersebut. Irfan menambahkan, regulasi terkait wakaf juga menjadi peran penting untuk memaksimalkan wakaf untuk mendorong penyaluran, sehingga dalam pelaksanaannya wakaf tidak hanya dimanfaatkan untuk sosial, melainkan berbagai sektor.
“Jadi contohnya ketika negara memiliki masalah keuangan seperti defisit fiskal, wakaf juga juga bisa dimanfaatkan untuk mengatasinya, dan seharusnya negara bisa mendorong masyarakat untuk berwakaf,” kata dia.
Irfan menyayangkan, hingga kini masyarakat belum memiliki kepercayaan maksimal terkait harta yang perlu diwakafkan. Sehingga sosialisasi wakaf pada masyarakat dinilai sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan publik.
Menurut dia, ada banyak terobosan dari wakaf yang perlu untuk didorong sedemikian rupa, terlebih pemanfaatannya. “Tapi saat ini kita juga sudah punya master plan ekonomi syariah Indonesia 2019-2024 dan di sana ada quick win (Program percepatan) di antaranya digitalisasi visual dan juga penguatan kelembagaan serta penguatan UU wakaf. Dan itu harus lebih dikawal untuk pemanfaatannya,” kata dia.