REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM meminta para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah untuk ikut membantu defisit neraca perdagangan. Caranya, dengan meningkatkan diversifikasi produk yang bisa diekspor ke luar negeri.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Rully Indrawan mengatakan, saat ini banyak industri pengolahan yang berbasis pertanian di kawasan perdesaan. Industri yang bersangkutan bisa meningkatkan kapasitas produksi dari sekedar mengekspor barang mentah menjadi barang yang bernilai lebih.
"Kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional masih rendah, hanya 15,8 persen atau sekitar 23 miliar dolar AS dari total ekspor barang nonmigas," kata Rully dalam keterangan resminya, Rabu (7/8).
Pihaknya mencatat, kontribusi ekspor itu jauh lebih rendah dibanding kontribusi ekspor produk UMKM di Vitenam sebesar 20 persen dan Thailand 29,50 persen. Lebih lanjut, Rully menyampaikan, khusus pertumbuhan industri mikro dan kecil sektor makanan hanya 3,92 persen dan minuman 7,70 persen. Lewat diversifikasi produk pertanian, pertumbuhan industri di kedua sektor tersebut dapat lebih meningkat apalagi jika bisa menembus pasar ekspor.
Selain makanan dan minuman, ada juga industri mikro dan kecil sektor fashion, usaha furnitur dan kerajinan, serta pariwisata yang bisa ditingkatkan. "Kami mendorong optimalisasi ekspor ke pasar nontradisional agar defisit neraca perdagangan bisa ditekan secara maksimal," kata dia.
Sebagai informasi, Indonesia saat ini memiliki 58 juta UMKM atau 99,8 persen dari total unit usaha yang ada. Namun, kemajuan UMKM terganjal akibat adanya masalah pembiayaan atau permodalan. Menurut Rully, itu karena masih rendahnya kucuran dana kredit yang ditujukan untuk sektor-sektor UMKM.
"Ini adalah usaha-usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh para petani, nelayan di pelosok daerah, tukang sayur, di pasar tradisional dan semacamnya. Banyak di antara mereka yang belum memiliki akses pinjaman ke bank," katanya.
Rully melanjutkan, terkonsentrasinya pelaku ekonomi di sektor UMKM tidak serta merta diikuti dengan kucuran kredit yang mencukupi. Dari Rp 5.300 triliun total kredit yang dikucurkan oleh bank umum di Indonesia tahun 2018, hanya kurang dari 20 persen atau sekitar Rp 1.000 triliun saja yang ditujukan bagi UMKM.