REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Ribuan pasukan keamanan India dikerahkan untuk menghadapi unjuk rasa sporadis setelah status khusus wilayah Kashmir dicabut. Jalan-jalan di Srinagar tampak sepi selama tiga hari, dan hampir semua toko tutup kecuali beberapa toko bahan kimia.
Polisi federal bersenjata melakukan operasi pemeriksaan di seluruh kota, sehingga membatasi pergerakan masyarakat. Para pengunjuk rasa yang didominasi anak-anak muda melemparkan batu ke arah polisi dan tentara. Seorang saksi mengatakan, aksi protes tersebut dipicu oleh kemarahan akibat diputusnya jaringan komunikasi sejak Ahad (4/8).
"Ini (aksi protes) sebagian besar dilokalisir karena penyebaran pasukan berat," ujar seorang perwira polisi yang tidak mau disebutkan namanya karena dia tidak berwenang berbicara kepada media.
Perwira polisi tersebut menambahkan, polisi menembakkan gas air mata dan semprotan merica untuk menertibkan para pengunjuk rasa. Seorang saksi mata menggambarkan, pelemparan batu terjadi di Barzullah Lama dekat pusat kota.
"Saya melihat sekitar 100 orang anak laki-laki melempari batu. Polisi menembakkan gas air mata untuk memukul mundur mereka," ujar saksi mata tersebut.
Semua koneksi telepon, televisi, dan internet di Kashmir terputus. Pada malam hari, mobil polisi berpatroli di jalan-jalan dan memperingatkan penduduk agar tetap berada di dalam rumah melalui pengeras suara. Kashmir selatan yang menjadi pusat pemberontakan dalam beberapa tahun terakhir tampak seperti kota mati. Jalan utama sangat sepi, kecuali beberapa truk dan bus yang membawa pekerja keluar dari lembah.
Pemerintah setempat belum mengumumkan jam malam, namun melarang perkumpulan publik yang terdiri dari empat orang. Otoritas setempat juga memutus jaringan telekomunikasi dan membatasi pergerakan orang sehingga membuat warga menjadi cemas.
Selain itu, petugas layanan darurat seperti rumah sakit dan pemadam kebakaran kerap dihentikan di pos-pos pemeriksaan. Bahkan tak jarang akses mereka dihalangi oleh petugas setempat.
Kepala Sekolah Tinggi Kedokteran Pemerintah Srinagar, yang mengelola rumah sakit terbesar di negara bagian itu harus secara pribadi mengunjungi pejabat distrik untuk mengkoordinasikan layanan kesehatan maupun mendapatkan persetujuan.
"Kepala Sekolah Tinggi Kedokteran tidak memiliki alat komunikasi apa pun. Kantor polisi diberikan telepon satelit tetapi dia tidak. Ini menunjukkan prioritas (pemerintah)," ujar seorang pejabat rumah sakit yang tidak mau disebutkan namanya.
Pada Senin (5/8) lalu, pemerintah India mencabut status khusus Kashmir. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengintegrasikan satu-satunya wilayah mayoritas Muslim dengan seluruh negara bagian.
Pemerintah federal membatalkan Pasal 370, yakni sebuah ketentuan konstitusional yang memberikan status khusus untuk Kashmir. Ketentuan itu memungkinkan negara bagian India Jammu dan Kashmir membuat undang-undang sendiri.
Partai penguasa Perdana Menteri Narendra Modi mendorong untuk mengakhiri status konstitusional khusus Kashmir. Undang-undang tersebut dianggap menghambat integrasinya dengan India. Para pemimpin politik di Kashmir memperingatkan bahwa pencabutan status khusus akan memicu kerusuhan yang meluas. n. Rizky Jaramaya/ Reuters